Sabtu, 22 September 2012

Kesusastraan Makassar


Makassar adalah nama daerah yang terletak dibagian selatan jazirah Sulawesi selatan yang didiami oleh suku Makassar beserta semangat yang dimilikinya, termasuk bahasa yang dipakai masyarakat dalam pergaulan sehari – hari. Daerah ini meliputi, antara lain : Kabupaten Pangkajene – kepulauan, Maros, Ujung Pandang (Makassar), Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, dan Selayar.
Makassar sebagai salah satu daerah budaya di Indonesia memiliki kekayaan sastra yang beragam. Pada umumnya sastra daerah Makassar berbentuk sastra lisan. Karya sastra daerah Makassar bermacam – macam, baik ditinjau dari segi bentuk maupun isinya. Karya sastra prosa daerah Makassar meliputi Rupama (Dongeng), Pau – pau (Cerita), dan Patturiolog (Silsilah). Karya sastra puisi daerah Makassar meliputi Doangang (Mantera), Paruntuk Kana (Peribahasa), Kelong (Pantun), Pakkiok Bunting, Dondo, dan Aru (Ikrar/Janji) termasuk pula dalam sastra daerah Makassar adalah bahasa berirama (Royong dan Sinrilik) yang disampaikan atau dikomunikasikan dalam dendang/dilagukan dengan iringan alat musik tertentu.
A.SINRILIK
1.       Pengertian Sinrilik
Karya Sastra Makassar cukup memiliki arti dalam kehidupan penutur Bahasa Makassar. Salah satu karya sastra di antara sekian banyak karya satra adalah sinrilik. Sinrilik adalah karya sastra Makassar yang berbentuk prosa yang cara penyampaiannya dilagukan secara berirama baik dengan menggunakan alat musik maupun tanpa alat musik. Hingga saat ini, masih dipelihara dan diminati oleh masyarakat Makassar. Meskipun karya sastra ini masih diminati oleh masyarakat, namun orang yang dapat melagukannya atau membacakannya sudah sangat terbatas. Oleh karena itu, karya satra jenis ini perlu mendapat pembinaan agar tetap lestari.
Sinrilik sebagai salah satu bentuk sastra lisan, sangat terkait dengan hal – hal :1) pencerita dan penceritaan, 2) kesempatan bercerita, 3) tujuan bercerita, 4) hubungan cerita dengan lingkungannya, 5) jenis cerita yang disampaikan, dan 6) pendengar.
Menurut Bantang seorang Pasinrilik harus menguasai beberapa hal, yaitu :
a.         Pandai berbahasa Makassar
b.         Kaya paruntuk kana
c.          Kaya kelong
d.         Menguasai dialek bahasa Makassar
e.         Menguasai banyak rapang dan pappasang
f.           Mampu mengaprsiasikan dan menyatu dengan alam.
Pada acara – acara tertentu, sinrilik dipentaskan oleh seorang seniman, yang selain menguasai sastra sinrilik juga mampu menggesek kesok – kesok (sejenis instrument musik gesek). Orang yang mementaskan sinrilik ini disebut orang pakesok – kesok.
2.      Jenis – Jenis Sinrilik
Berdasarkan isi dan cara melagukannya, sinrilik dibagi atas dua macam, yaitu sinrilik pakesok – kesok dan sinrilik bositimurung. Sinrilik pakesok – kesok adalah sinrilik yang dilagukan dengan iringan kesok – kesok (rebab). Isinya melukiskan tentang sejarah perjuangan dan kepahlawanan seorang tokoh. Bunyi kesok – kesok (sejenis alat musik gesek) yang mengiringi pakesok – kesok/pasinrilik (orang yang memainkan kesok – kesok atau melagukan sinrilik) harus selaras dengan lagu dan isi serta suasana cerita yang dibawakan.
Adapun naskah sinrilik yang dapat diiringi dengan kesok – kesok, antara lain : Sinrilik Kappalak Tallumbatua, Sinrilik I Makdik Daeng Rimakka, dll. Sinrilik ini mengisahkan tentang perjuangan dan kepahlawanan di sela percintaan sang tokoh yang ditampilkan dalam cerita itu. Jenis sastra ini sangat menarik apabila dikreasikan menjadi sastra pertunjukan.
Sastra bositimurung adalah sinrilik yang dilagukan tanpa diiringi alat musik kesok – kesok dan biasanya dilantungkan pada tempat yang sunyi di kala orang yang berada di sekelilingnya sedang tidur nyenyak.
Sinrilik bositimurung pada dasarnya berisi hal – hal sebagai berikut.
a.      Pujaan yang menggambarkan kecantikan seorang gadis dengan membandingkan keadaan sekelilingnya.
b.      Merindukan kekasih yang menggambarkan kerinduan seorang jejaka terhadap gadis yang dicintainya.
c.       Beriba hati yang menggambarkan seorang yang sial atas segala usahanya sehingga menjadi sengsara.
d.      Kesedihan yang menggambarkan kesedihan seorang istri yang ditinggal oleh suaminya (Basang, 1997:72).
Selain itu, sinrilik bositimurung dapat pula dijadikan sebagai pelajaran atau nasihat yang berharga bagi orang yang menyimaknya karena isinya menceritakan tentang ganjaran perbuatan yang baik dan siksaan terhadap perbuatan jelek di akhirat kelak. Sinrilik yang mengisahkan tentang hal – hal seperti ini biasanya dilantungkan pada saat kedukaan atau kematian sehingga dapat pula dijadikan sebagai hiburan bagi orang yang ditinggalkan. Acara tersebut biasa disebut Ammaca Kittak yang pelaksanaannya dilakukan setelah tadarrus Alquran.
  
3.      Contoh Sinrilik
a.      Sinrilik Pakesok – kesok
Nampami sulengka rapak, natakbenrong binakbakku kesok – kesokna tampaselaki matangku
“Baru saja ia bersila, terpukullah jantungku, kesok – kesoknya membuatku tak dapat tidur”.
Penampilan dan gesekan kesok – kesok tersebut sangat memikat penonton, sehingga tahan untuk tak tertidur (Sirajuddin Bantang).   
b.      Sinrilik Bositimurung
Bosi timurung, batu merah pandanganku, dingin menulang jamrud hatiku. Semalam suntuk aku gelisah, aku tidak dapat tidur, mataku tidak pernah terlena. Robek – robeklah selimut yang tidak pernah kubuka memikirkan raut mukamu, menghitung – hitung kebaikanmu. Engkau bagaikan bulan yang tidak pernah tertutup awan. Engkau seperti bintang yang tembus dipandang, berkedip – kedip tidak pernah lepas dari mataku. Engkau tidak pernah lepas dari perhatianku, mutiara kamarku yang selalu menerangi rumahku. Suluh di kegelapan penerangan di tengah malam.
Hatimu baik, tubuhmu langsing jarang menyamainya, tingkahmu bagus, sopan tutur sapanya, si manis darah yang menawan dipandang mata. Sudah kukatakan bahwa walau pattola (gadis pilihan) sudah berkumpul bermain, walau cinde (gadis pilihan) sudah berkumpul di halaman, pilihanku tidak akan berpindah, pusat pandanganku tidak akan bergeser ujian cintaku, memang kepadamulah meraja rasa hatiku. Pada akhirnya dia berkata : bagaikan intan kusayangimu, bagaikan jamrud kurindukanmu, bagai emas kusimpan di dalam hati.

B.ANNGARU
1.      Aru
Aru adalah sejenis puisi dalam sastra Makassar. Anngaru adalah semacam ikrar atau ungkapan sumpah setia yang sering disampaikan oleh orang – orang gowa pada masa silam. Aru biasanya diucapkan oleh bawahan kepada atasannya, abdi kepada rajanya, prajurit kepada komandannya, masyarakat kepada pemerintahannya, bahkan raja atau pmrintah trhadap rakyatnya, apa yang diungkapkan dalam aru itu akan dilaksanakan dengan sungguh – sungguh, baik untuk kepentingan pemerintah pada masa damai maupun pada saat perang.
Aru dapat pula merupakan pendorong atau motivasi untuk mewujudkan apa yang menjadi cita – cita sang raja atau pemerintah dalam membangun kerajaan atau negerinya. Oleh karena itu, setiap raja atau pemerintah atau pejabat yang baru dilantik trlebih dahulu mengucapkan aru atau sumpah setia di depan rajanya atau rakyatnya bahwa ia akan bekerja bersungguh – sungguh dalam melaksanakan tugas – tugasnya.
Aru dapat pula menjadi pembakar semangat juang para prajurit; menimbulkan semangat patriotik dikalangan prajurit untuk melawan musuh, aru yang diucapkan oleh prajurit disebut aru tubarania (aru pemberani). Selain itu, aru dapat pula digunakan dalam berbagai hal, antara lain : upacara adat atau penyambutan tamu agung. Aru yang diucapkan papa upacara tersebut selain menghitung nilai magis dan relegius juga mengingatkan kita bagaimana pentingnya kegunaan aru pada masa lampau.
2.  Contoh Aru
Aruna Tubarania ri Gowa                           Aru     
Sombangku, napammopporangmamak     Sombangku, aku mohon ampun beribu ampun
Jaidudu sombangku !                                  Di hadapan yang mulia                      
Ri dallekang lakbirikta                               Di atas tahta nan tinggi
Ri empoang matinggita                             Di sisi keratuannya
Ri sakri karantuanta                                   Aku bersungguh-sungguh mengucapkan ini karaeng
Satuli – tuli kanangku Karaeng                  Karena aku sungguh mencintai karaeng
Panngainna laherekku                                Lahir dan
Pappatojenna batengku                             Batin            
Berangjak kunipatekbak                             Aku laksana parang yang siap diletakkan
Pangkuluk kunisoeang                                kapak yang siap diayunkan
I katte anging karaeng                               karaeng laksana angin
Na i kambe lekok kayu                               dan kami daun kayu
I katte jeknek karaeng                                karaeng laksana air
Na i kambe batang nammanyuk                dan kami batang yang hanyut
I katte jarung karaeng                                karaeng laksana jarum
Na i kambe bannang panjaik                     sedang kami kelindannya
Irikko anging                                               berhembuslah wahai angin
Na marunang lekok kayu                           supaya daun kayu berguguran
Solongko jeknek                                          mengalirlah wahai air
Na mammanyuk batang kayu                    supaya hanyut batang kayu
Takleko jarung                                            lalulah jarung
Namminawang bannang panjaik               supaya kelindan mengikutimu
Makkanamamaki mae                               bertitalah wahai raja
Na i kambe manggaukang                         nanti kami yang melaksanakannya
Mannyakbuk mamaki mae                        utarakanlah keinginannya
Na i kambe makpakjari                              nanti kami yang akan membuktikannya
Punna sallang takammaya                         seandainya terbukti aku mengingkari
Aruku ri dallekanta                                     janji yang kuikrarkan dihadapan raja ini
Pangka jerakku                                           maka palanglah kuburku
Tinraki bate onjokku                                   pasaklalah jejakku
Pinra arengku                                             gantilah namaku
Piassalak jari-jariku                                    kutuklah keturunanku
Pauwanngi ri anak roboko                         wasiatkan kepada generasi mendatang
Pasangi ri anak tanjari                               amanatkan kepada anak yang belum lahir
Tumakkanaya                                             tentang orang yang hanya mampu berkata
Na taena nappakrupa                                 namun tidak dapat membuktikannya
Sikammajinne aruku ri dallekanta Karaeng   demikianlah aru saya dihadapan Baginda Dasi na dasi na nitarima paknganroku                                                      semoga permohonanku dikabulkan
Karana Allah                                                       karena Allah
C.DOANGANG
1.      Makna dan Fungsi Doangang
Doangang merupakan salah satu jenis puisi lama dalam sastra Makassar yang hamper sama maknanya dengan mantra dalam sastra Indonesia. Kata doangang mengandung makna permohonan, permintaan, atau harapan
Doangang berbda dengan jenis sastra lainnya sebab doangang dianggap memiliki brkah dan mengandung kesaktian atau kekuatan gaib bila diyakini oleh pemakainya. Oleh karena itu, hampir seluruh aktifitas masyarakat  pada masa lampau didahului dengan membaca doangang dengan harapan agar mereka selamat di dunia dan akhirat.
Pemakaian doangang harus memperhatikan beberapa persyaratan agar doangang yang dibacanya mendapat berkah dari Allah, yaitu : tidak boleh membanggakan atau menyombongkan diri, doa itu tidak diucapkan pada sembarangan waktu dan tempat, harus yakin bahwa doa yang diucapkan itu mempunyai daya gaib, serta dipakai dengan maksud untuk membela diri atau membantu orang lain. 
2.      Contoh Doangang
a.   Doa saat hendak kekampung orang (merantau)
Punna ia naungko ri butta (saat menginjakkan kaki di tanah)                      
i kau butta kuonjok                                         wahai tanah yang aku injak
palewangak tallasakku                                  luruskanlah jalan hidupku
erangak mange                                               bawalah aku
ri kaminang mateknea                                  ke tempat yang paling baik



D.KELONG
1. Pengertian dan Ciri – Ciri Kelong
Kelong adalah salah satu jenis sastra Makassar yang berbentuk puisi. Dilihat dari segi bentuknya kelong, terutama kelong tradisional memiliki kemiripan dengan pantun dalam sastra Indonesia, seperti empat baris dalam sebait, memiliki persajakan, serta tidak mempunyai judul.
Adapun ciri – ciri khusus kelong tradisional yaitu :
a)  Baris – baris dalam bait kelong merupakan satu kesatuan yang utuh untuk mndukung sebuah makna
b)  Kesatuan suara yang terdapat pada tiap – tiap baris merupakan kesatuan sintaksis yang berupa kata/kelompok kata dengan pola 2/2/1/2
c)  Jumlah suku kata pada setiap baris berpola 8/8/5/8
2.   Nilai – Nilai dalam Kelong
Nilai merupakan sesuatu yang dihargai atau dihormati atau sesuatu yang ingin dicapai karena dianggap sebagai sesuatu yang berharga atau bernilai. Maka dalam kelong Makassar ditemukan mengandung beberapa nilai yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Adapun nilai – nilai yang ditemukan dalam kelong Makassar antara lain :
a.  Nilai Agama
·      Boyai ri taenana                                                            cari      Dia dalam gaib
Assengi ri maniakna                                                      yakinkan Dia ada
Tenai antu                                                                     meskipun tidak tampak
Na maknassa ri niakna                                                  tetapi Dia pasti ada
b.  Nilai Moral
·         Ammakku anrong kalengku                                         ibuku ibu kandungku
Anrong tumallassukangku                                            ibu yang melahirkanku
Pakrimpunganna                                                          dan tempat mencurahkan
Panngai ta mattappukku                                              segala kasih
c.  Nilai Pendidikan
·         Manna majai tedonnu                                                meskipun banyak kerbaumu
Mattambung barang – barangmu                              bertumpuk barang – barangmu
Susajakontu                                                                   engkau akan susah juga
Punna tna sikolannu                                                     jika tidak berpendidikan
E.ROYONG
1. Royong
Menurut Matthes Royong adalah sejenis nyanyian untuk anak-anak kecil (bayi) yang masih berumur empat puluh hari. Berdasarkan bunyi pertama dari permulaan royong itu, maka royong ada yang disebut pajjappa daeng atau turinanung, cuwi, dan kurru-kurru jangang yang bermakna bahwa umat manusia selalu melihat ke tempat yang tinggi. Royong biasanya dilantunkan oleh perempuan yang sudah berusia lanjut, terutama pada pesta penyunatan ‘passunnakkang’, perkawinan ‘pakbuntingang’, ataupun pada acara akikah ‘ pattompalang’ (angngalle areng)’ khusus pesta adapt, Royong biasanya diiringi dengan alat musik tradisional, sperti : anak backing (dua anak besi yang dipukulkan), kancing ( dua buah priring tembaga yang diperpukulkan), curiga (rantai-rantai yang diperpukulkan), gong, ganrang, puik-puik, dengkang dan lain-lain.
Jika dibaca atau didengar secara sekilas naskah royong yang ada, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata yang terdapat dalam naskah tersebut sudah banyak yang tidak diketahui artinya, terutama bagi generasi muda karena kata-kata tersebut sudah jarang didengar ataupun dipergunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari. Namun, apabila naskah itu dibaca atau disimak secara mendalam, maka ternyata Royong tersebut dilantunkan dengan maksud agar orang yang diroyongkan itu mendapat keselamatan, kesenangan, kebahagiaan, ketentraman dan kesejahteraan dalam hidupnya.
Royong sebagai salah satu sastra lisan, cara penyampaiannya hanya dihafal oleh orang tua-tua sehingga apabila tidak diantisipasi sedini mungkin maka naskah ini dikhawatirkan akan punah. Meskipun demikian, naskah ini sudah ada pula yang dapat didokumentasikan, seperti royong appatinro anak, pakkiok sumangak, akbukbuk bunting dan lain-lain.
2. Fungsi Royong
       Fungsi royong menurut pandangan masyarakat Makassar pada dasarnya sebagai :
a.   Pengantar tidur
b.   Pengundang rezzeki dan penolak bala atau penangkal malapetaka
c.   Pengesahan suatu adata atau tata cara kebiasaan kelompok masyarakat
 Makassar
d. Media pendidikan budi pekerti atau pemahaman norma-norma positif kepada generasi penerus.
3.    Contoh Royong
Cui Battumako mae, manribbakkang cilolonnu, bonena gulu battannu, nasikontu manumera, tea makjeknek mata, na matekne pakmaiknu, na mabajikmo nusakring
F.PAU-PAU
1.    Pau-Pau
Pau-pau merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berusaha mengungkapkan realitas yang ada dimasyarakat. Pau-pau termasuk jenis prosa dalam sastra Makassar, namun dalam sastra Indonesia dikategorikan sebagai Hikayat, Pau-pau/ hikayat adalah cerita yang berbentuk prosa (Hooykas dalam Baried dkk, 1985:6). Pada masa sekarang ini pau-pau/hikayat diprgunakan dalam arti kisah yang melukiskan celah-celah kehidupan manusia.
Hikayat meliputi berbagai ragam cerita, mulai dari jenis cerita rakyat, epos, dongeng, cerita berbingkai, sampai cerita bersejarah dan kisah perorangan (Fang dalam Baried, 1985 : 6). Jadi, pada prinsipnya pau-pau/ hikayatpun merupakan cerita riman fiktf yang dibaca untuk pelipur lara dan pembangkit semangat juang.
Para sastrawan menjadikan pau-pau/ hikyat sebagai wahan untuk menuangkan ide dan gagasannya dalam rangka meniru “kemungkinan” tempat sastrawan.  

Kesusastraan Bugis


Dilihat dari tradisi berkembangnya,sastra bugis kuno menempuh dua cara,yaitu tradisi lisan (oral Tradision) dan tradisi tulis (literary tradition),dan keduanya ada yang berkembang seiring dalam waktu yang bersamaan.Terkadang sebuah karya sastra terdapat dalam dua tradisi,yaitu lisan dan menulis.Khusus dalam sastra bugis kuno dalam tradisi tulis sebagian naskahnya masih dapat dibaca hingga saat ini . Karya sastra tersebut terekam dalam bentuk naskah tulisan tangan yang menggunakan bahan dari berbagai jenis,misalnya daun lontar,kertas,atau bahan dari bambu.
Mengenai kepustakaan bugis kuno ini,dapat dinyatakan bahwa secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua macam yaitu,pustaka yang tergolong karya sastra dan pustaka yang bukan karya sastra.Pustaka yang tergolong karya sastra terbagi kedalam dua bentuk yaitu puisi dan prosa.Karya sastra yang tergolong Puisi (disebut surek) terbagi lagi kedalam empat kelompok atau empat jenis,yaitu: galigo,pau-pau,tolok,dan elong.Keempat jenis puisi Bugis (surek) ini,jika dilihat bentuknya , maka dapat digolongkan lagi kedalam dua jenis,yaitu: galigo,pau-pau,dan tolok berupa puisi naratif yang ceritanya pada umumnya panjang(puluhan atau ratusan halaman),sedangkan elong hanya berupa pernyataan yang mungkin satu atau beberapa bait saja sudah dapat mengemukakan maknanya secara lengkap.
1.Sastra Galigo (mitos)
Masa perkembangan sastra galigo diperkirakan oleh beberapa pakar secara berbeda.Misalnya Mattulada memperkirakan antara abad ke-7 hingga abad ke-10 se-zaman dengan perkembangan kerajaan hindu di nusantara,berbeda halnya dengan pendapat Fachruddin Ambo Enre yang memperkirakan sekitar abad ke-14 atau sezaman dengan perkembangan kerajaan malaka dan kerajaan majapahit sebagaimana dalam naskah galigo.
Perkiraan lain mengemukakan bahwa galigo dikarang sebelum agama islam menjadi anutan banyak di Sulawesi selatan.Dalam hal ini sebelum tahun 1600,karena tidak ditemukannya pengaruh atau ajaran islam didalamnya.Sedangkan Millis memperkirakan waktu penulisan galigo yakni awal abad ke-14,dengan mengambil dasar beberapa kronik yang menyinggung cerita galigo sebagai dasar pemikiran.Salah satu contoh sastra galigo terdapat dalam cerita Meong Palo Bolonge.Kisah meong palo bolonge menceritakan tentang Sangiaseri tidak lagi dihargai oleh masyarakat luwu,ia tidak lagi ditempatkan disinggasana mulianya,penduduk tidak lagi mematuhi petuah,pantangan,dan larangannya.Ia dimakan tikus pada malam hari dan dipatok ayam pada siang hari serta Meong Palo Bolonge  yang selalu setia mengawalnya justru disiksa oleh manusia.Dalam kondisi yang menyedihkan itu,Ratu Padi(Sangiaseri),dan meong palo bolong serta pengawal-pengawalnya sepakat untuk meninggalkan tempat itu dan pergi mengembara.Dalam pengembaraannya yang berlangsung lama Ratu Padi akhirnya sampai di Barru.Perjalanannya dari enrekang hingga lisu digambarkan penuh rintangan dan tantangan akibat perlakuan orang yang tidak senonoh.Akan tetapi ketika sampai di barru Ratu Padi beserta rombongannya mendapatkan perlakuan yang beda,Masyarakat barru menyambut Ratu Padi dengan baik,dijamu,di istirahatkan di rakeang.Mereka dilayani dengan penuh keramatamahan penduduk sehingga Ratu Padi beserta rombongannya betah berada di barru.Tak lama kemudian Ratu Padi sangat letih dan sedih mengingat perlakuan yang tidak baik yang diterimanya dari masyarakat selama pengembaraannya,maka Ratu Padi memutuskan untuk meninggalkan bumi dan naik kelangit menemui orang tuanya yang bertahta di “Boting Langi”(kerajaan langit).Setelah sampai di langit Ratu Padi beserta rombongannya tidak diperkenankan untuk tinggal di langit sebab keberadaan Ratu Padi sudah ditakdirkan untuk mamberi kehidupan kepada manusia di bumi.Atas keputusan itu,Ratu Padi beserta rombongannya akhirnya kembali ke bumi dan daerah Barru yang mereka pilih sebagai tempat menetap mereka.Setelah Tujuh hari Tujuh malam Sangiaseri tiba di Barru(tiba dari langit) barulah ia member petunjuk-petunjuk,petuah,nasehat,serta pandangan khususnya yang berkaitan dengan bidang pertanian serta norma-norma hidup masyarakat Bugis,diyakini oleh masyarakat bahwa dengan patuh terhadap segala amanah dari Angiaseri tentunya akan mendatangkan kemaslahatan hidup sebab dengan demikian ia akan tinggal menetap di Barru.  

2.Sastra Pau-Pau(legenda)
Pada masa antara galigo dan tolok, lahir beberapa bentuk sastra bugis lainnya,yaitu : pau-pau (cerita rakyat legenda),dan pau-pau rikodong (dongeng singkat),sastra inii merupakan saduran dari sastra melayu kuno atau sastra parsi.
Dalam kesusastraan bugis kuno,ada cerita rakyat yang dalam tulisan ini digolongkan sebagai pau-pau belum pernah diteliti secara mendalam,sebagai contoh salah satu jenis naskah yang isinya tergolong pau-pau yang berjudul “La Padomo Ennaja”.Jenis karya sastra ini cukup unik,kekhasannya terletak diantara dua jenis sastra bugis yang disebutkan terdahulu,yaitu galigo dan tolok.
Masa pertumbuhan karya sastra ini pun diduga berada antara masa galigo dan masa tolok.Dilihat dari segi tema,tokoh,dan latar cerita hampir atau bahkan boleh dikatakan sama dengan sastra galigo,yaitu tema umumnya menyangkut perjuangan; perang,pengembaraan,ratapan,,cinta, kasih,atau perkawinan.Dari segi tokoh ,juga mirip karena pelaku-pelakunya dapat menjangkau tiga dunia,seperti naik ke langit,turun ke dunia bawah(peretiwi),atau menyeberang kea lam akhirat.Dan dari segi latar cerita,juga berkisar pada tiga ruang ,yakni bumi,langit,dan dunia bawah.Salah satu contoh sastra pau-pau adalah LaDadok Lele Angkurue.Kisah Ladadok Lele Angkurue bercerita tentang seseorang yang jatuh cinta kepada seorang gadis dan ingin menikahinya akan tetapi gadis tersebut menyampaikan syarat yang sangat berat yakni jika ingin menikahinya harus menyediakan mahar yang berupa Padi dan Istana Manurung yang berasal dari langit.Syarat yang diajukan tersebut sangat berat untuk dipenuhi olrh manusia sehingga Ladadok menjadi sedih dan mengurung diri,melihat tuannya yang bersedih maka ayam Ia Pute Innokkinnong(milik Ladadok) meminta izin untuk menghadap kepada Dewata Patotoe agar persyaratan yang diminta oleh We Anek(sang gadis) dapat dipenuhi dengan bantuan Dewata Patotoe.Setelah menghadap Dewata Patotoe permintaan Ladadok dipenuhi dan akhirnya Ladadok dapat menikahi We Anek.namun baru saja sudah menikah We Anek marah kepada Ladadok,kemudian We anek ditanyai apa sebabnya We Anek marah,kemudian We Anek mengatakan bahwa dahulu Ladadok pernah mengambil perhiasannya ketika masih muda agar dapat diizinkan untuk naik keperahu Ladadok,We Anek menginginkan perhiasannya kembali,namun perhiasan itu telah lama hilang ketika suatu saat ladadok pergi berlayar ia tekena badai sehingga semua perhiasan itu hilang di laut.Akan tetapi We Anek masih menginginkan perhiasannya maka bersedilah kembali Ladadok,melihat tuannya bersedih maka ayam La Pute turun kebawah dan menghadap Dewata Peretiwi.Setelah menghadap Dewata Peretiwi maka permintaan Ladadok agar emas We Anek dikembalikan dikabulkan sehingga We Anek merasa senang dan rumah tangga Ladadok pun diliputi kebahagiaan hingga We Anek mengandung,mengetahui istrinya mengandung Ladadok memesan pada pedagang jawa sebuah keris dan tombak siapa tahu anaknya kelak laki-laki,namun setelah melahirkan We Anek ternyata melahirkan anak perempuan dan We Anek menyuruh Ladadok untuk pergi ke tanah jawa agar pesanan kris dan tombak diganti menjadi kain lembut untuk wanita.Dengan demikian berangkatlah Ladadok ke tanah jawa,disana ia bertemu pedagang jawa dan mengganti pesanannya dengan kain lembut untuk wanita sebab anaknya perempuan.Sebelum pulang Burung Jawa datang menghadap pada Ladadok dan mengatakan akan terbang ke negeri Bugis makka Ladadok pun menyampaikan salam untuk istri dan juga anaknya dan menyuruh Burung Jawa untuk menyampaikan kepada istrinya bahwa ia terlibat hubungan mesra dengan wanita bangsawan jawa.Mendengar berita tersebut We Anek merasa sedih dan tak lama kemudian We Anek meninggal disusul oleh putrid bangsawannya.Setelah sampai di negeri Bugis dan mendengar bahwa istri dan juga putrinya telah meninggal akibat dilanda kerinduan kepadanya maka Ladadok pun mengatakan akan menyusul istri dan juga anaknya dan mengatakan kalau mereka belum menyebrang ke alam akhirat maka ia akan mengembalikannya ke bumi.Setelah itu meninggal pula Ladadok.Setelah meninggal Ladadok bertemu istri dan juga anaknya disebuah titian menuju kealam akhirat.Setellah bertemu istri dan juga anaknya Ladadok menyampaikann maksud untuk membawa mereka kembali ke bumi dan usul tersebut di setujui oleh We Anek,maka berangkatlah mereka ke langit menemui Dewata Patotoe agar mereka dapat kembali lagi ke bumi.Setelah kembali ke bumi,ibunda We Anek jatuh sakit dan meninggal dan menyerahkan tahtanya kepada We Anek,setelah masa berkabung ,We Anek sekeluarga kembali berbahagia dan menjadi Ratu di kerajaan Annung.

3.Sastra Toloki (kisah kepahlawanan)
Setelah periode sastra galigo berhenti ,muncul kemudian bentuk sastra bugis yang berbeda dengannya.Perbedaan tersebut tidak hanya dari segi tema,latar,dan konvensinya saja,melainkan juga dari segi tokoh serta cerita yang diceritakannya.Periode kedua ini ,para pakar menyebutnya zaman Tomanurung atau periode lontarak,yaitu sebuah zaman yang ditandai dengan munculnya sebuah bentuk pustaka Bugis yang berbeda dengan pustaka (sastra) galigo.Dalam periode ini muncul atau berkembang dua bentuk pustaka bugis, ada yang tergolong karya sastra dan ada yang bukan karya sastra . Yang tergolong karya sastra diisebut Tolok,dan yang bukan karya sastra diisebut lontarak.Masa pertumbuhan kedua bentuk pustaka ini diperkirakan abad ke-15 hingga abad ke-20.Salah satu contoh dari sastra Toloki adalah cerita Tolokna Daeng Palie.Cerita Tolokna Daeng Paile menceritakan tentang perjuangan Daeng Paile beserta para sahabatnya dalam melawan belanda untuk merebut serta menguasai Labbakeng.

4.Sastra Elong
Dalam pengertian secara harafiah,elong berarti  nyanyian dalam bahasa bugis.Elong dalam masyarakat bugis betul-betul dinyanyikan atau dilagukan secara lisan.Fungsi elong sebagai hiburan sangat menonjol karena setiap jenisnya mamiliki tujuan yang berbeda menurut temanya.Dengan demikian, elong selalu dapat dinyanyikan dalam berbagai macam suasana kejiwaan masyarakat bugis.
Dengan tidak meremehkan fungsi hiburannya,elong sebenarnya mamiliki fungsi yang lebih besar lagi, yakni mengandung ajaran-ajaran moral secara universal yang jika dimaklumi akan dapat berguna sebagai pedoman hidup bagi siapa saja.Selain dari segi isi ,elong juga disusun dengan mengikuti konvensi yang mapan(konvensi sastra bugis klasik),baik dilihat dari segi bentuk maupun jika dipandang dari segi bahasanya (bahasa bugis, khas sastra bugis)
Funggsi dan peranan elong ugi dalam masyarakat  tidak dapat diabaikan karena ia merupakan puisi yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan yang diteruskan dari generasi ke generasi sesuai dengan penilaian dan kebutuhannya. 

5.Pau-Pau Rikodong Bugis
Pau-pau rikodong (cerita yang dianggap) adalah satu jenis tradisi lisan Bugis yang berupa cerita rakyat,ada empat kelompok pau-pau rikodong ,yaitu:
Pau-Pau rikodong na dewata (cerita tentang dewa-dewa)
Pau-pau rikodong na to waranie (cerita tentang kepahlawanan sage)
Pau-pau rikodong na dokkoloe (cerita binatang atau fable)
Attorioloang (cerita sejarah atau legenda)

6.Papangajak
Papangajak adalah kumpulan pedoman hidup atau nasehat yang diberikan oleh orang tua kepada anak keturunanya.Sebuah papangajak yang terkenal dikalangan orang bugis adalah Budhiistihara yang merupakan salinan hikayat orang melayu,yang asalnya dari keputakaan orang Arab.Himpunan amanat-amanat orang tua atau nenek moyang disebut paseng.

7.Ulu
Ulu adalah manuskrip-manuskrip mengenai perjanjian antar Negara.Ulu ini adalah nama lain dari kontrak-kontrak atau trakat antar kerajaan yang diberi nama khusus sesuai dengan peristiwa yang melatarinya.Salah satu contoh ulu adalah Lamumpaturue ri Timurung yang merupakan ulu yang berisi perjanjian antara bone,wajo dan soppeng dalam menghadapi kemungkinan agresi Kerajaan Gowa.

8.Along Pugi
Puisi rakyat bugis disebut along ‘pantun’ oleh masyarakat pendukungnya.Syair atau pantun bugis yang disebut along pugi adalah salah satu karya seni orang Bugis dahulu kala dan kini mulai terkikis sedikit demi sedikit.Elong Pugi berupa syair-syair berbahasa Bugis oleh melodi nyanyian yang menggambarkan selama pikiran falsafah hidup,watak,pesan,petuah,ajaran moral suku bangsa Bugis,bahkan gambaran suku Bugis dapat terlihat dari along pugi yang popular pada masanya.
Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan,Along Pugi dapat dibagi menjadi dua kelompok,yaitu:
a)      Along Malliung
b)      Along Bawang
Berdasarkan usia pelaku dan pendengarnya,elong pugi di bagi menjadi tiga golongan,yaitu :
a)      Along Ana-ana(pantun anak-anak)
Along Mario (pantun gembira)
Along Masse (pantun duka cita)
b)      Along Tomalolo (pantun remaja)
Along Mamparore/Mappadicawa (pantun jenaka)
Along Kallolo (pantun anak muda)
Along Mappangaja (pantun nasihat)
Along Topanrita (pantun ulama atau dukun)
Along Panganderreng (pantun adat)

9.Mantra
Mantra biasanya digunakan oleh orang Bugis untuk merias pengantin agar terlihat lebih cantik dan biasanya disebut cenning rara.

 

Pelita dalam Kegelapan Malam © 2008. Design By: SkinCorner