Dilihat dari tradisi berkembangnya,sastra bugis kuno menempuh dua
cara,yaitu tradisi lisan (oral Tradision) dan tradisi tulis (literary
tradition),dan keduanya ada yang berkembang seiring dalam waktu yang
bersamaan.Terkadang sebuah karya sastra terdapat dalam dua tradisi,yaitu lisan
dan menulis.Khusus dalam sastra bugis kuno dalam tradisi tulis sebagian
naskahnya masih dapat dibaca hingga saat ini . Karya sastra tersebut terekam
dalam bentuk naskah tulisan tangan yang menggunakan bahan dari berbagai
jenis,misalnya daun lontar,kertas,atau bahan dari bambu.
Mengenai kepustakaan bugis kuno ini,dapat dinyatakan bahwa secara garis
besar dapat digolongkan kedalam dua macam yaitu,pustaka yang tergolong karya
sastra dan pustaka yang bukan karya sastra.Pustaka yang tergolong karya sastra
terbagi kedalam dua bentuk yaitu puisi dan prosa.Karya sastra yang tergolong
Puisi (disebut surek) terbagi lagi kedalam empat kelompok atau empat
jenis,yaitu: galigo,pau-pau,tolok,dan elong.Keempat jenis puisi Bugis (surek)
ini,jika dilihat bentuknya , maka dapat digolongkan lagi kedalam dua
jenis,yaitu: galigo,pau-pau,dan tolok berupa puisi naratif yang ceritanya pada
umumnya panjang(puluhan atau ratusan halaman),sedangkan elong hanya berupa
pernyataan yang mungkin satu atau beberapa bait saja sudah dapat mengemukakan
maknanya secara lengkap.
1.Sastra Galigo (mitos)
Masa perkembangan sastra galigo diperkirakan oleh beberapa pakar secara
berbeda.Misalnya Mattulada memperkirakan antara abad ke-7 hingga abad ke-10
se-zaman dengan perkembangan kerajaan hindu di nusantara,berbeda halnya dengan
pendapat Fachruddin Ambo Enre yang memperkirakan sekitar abad ke-14 atau
sezaman dengan perkembangan kerajaan malaka dan kerajaan majapahit sebagaimana
dalam naskah galigo.
Perkiraan lain mengemukakan bahwa galigo dikarang sebelum agama islam
menjadi anutan banyak di Sulawesi selatan.Dalam hal ini sebelum tahun
1600,karena tidak ditemukannya pengaruh atau ajaran islam didalamnya.Sedangkan
Millis memperkirakan waktu penulisan galigo yakni awal abad ke-14,dengan
mengambil dasar beberapa kronik yang menyinggung cerita galigo sebagai dasar
pemikiran.Salah satu contoh sastra galigo terdapat dalam cerita Meong Palo Bolonge.Kisah meong palo
bolonge menceritakan tentang Sangiaseri tidak lagi dihargai oleh masyarakat
luwu,ia tidak lagi ditempatkan disinggasana mulianya,penduduk tidak lagi
mematuhi petuah,pantangan,dan larangannya.Ia dimakan tikus pada malam hari dan
dipatok ayam pada siang hari serta Meong Palo Bolonge yang selalu setia mengawalnya justru disiksa oleh
manusia.Dalam kondisi yang menyedihkan itu,Ratu Padi(Sangiaseri),dan meong palo
bolong serta pengawal-pengawalnya sepakat untuk meninggalkan tempat itu dan
pergi mengembara.Dalam pengembaraannya yang berlangsung lama Ratu Padi akhirnya
sampai di Barru.Perjalanannya dari enrekang hingga lisu digambarkan penuh
rintangan dan tantangan akibat perlakuan orang yang tidak senonoh.Akan tetapi
ketika sampai di barru Ratu Padi beserta rombongannya mendapatkan perlakuan
yang beda,Masyarakat barru menyambut Ratu Padi dengan baik,dijamu,di
istirahatkan di rakeang.Mereka dilayani dengan penuh keramatamahan penduduk
sehingga Ratu Padi beserta rombongannya betah berada di barru.Tak lama kemudian
Ratu Padi sangat letih dan sedih mengingat perlakuan yang tidak baik yang
diterimanya dari masyarakat selama pengembaraannya,maka Ratu Padi memutuskan
untuk meninggalkan bumi dan naik kelangit menemui orang tuanya yang bertahta di
“Boting Langi”(kerajaan langit).Setelah sampai di langit Ratu Padi beserta
rombongannya tidak diperkenankan untuk tinggal di langit sebab keberadaan Ratu
Padi sudah ditakdirkan untuk mamberi kehidupan kepada manusia di bumi.Atas
keputusan itu,Ratu Padi beserta rombongannya akhirnya kembali ke bumi dan
daerah Barru yang mereka pilih sebagai tempat menetap mereka.Setelah Tujuh hari
Tujuh malam Sangiaseri tiba di Barru(tiba dari langit) barulah ia member
petunjuk-petunjuk,petuah,nasehat,serta pandangan khususnya yang berkaitan
dengan bidang pertanian serta norma-norma hidup masyarakat Bugis,diyakini oleh
masyarakat bahwa dengan patuh terhadap segala amanah dari Angiaseri tentunya
akan mendatangkan kemaslahatan hidup sebab dengan demikian ia akan tinggal
menetap di Barru.
2.Sastra Pau-Pau(legenda)
Pada masa antara galigo dan tolok, lahir beberapa bentuk sastra bugis
lainnya,yaitu : pau-pau (cerita rakyat legenda),dan pau-pau rikodong (dongeng
singkat),sastra inii merupakan saduran dari sastra melayu kuno atau sastra
parsi.
Dalam kesusastraan bugis kuno,ada cerita rakyat yang dalam tulisan ini
digolongkan sebagai pau-pau belum pernah diteliti secara mendalam,sebagai
contoh salah satu jenis naskah yang isinya tergolong pau-pau yang berjudul “La
Padomo Ennaja”.Jenis karya sastra ini cukup unik,kekhasannya terletak diantara
dua jenis sastra bugis yang disebutkan terdahulu,yaitu galigo dan tolok.
Masa pertumbuhan karya sastra ini pun diduga berada antara masa galigo
dan masa tolok.Dilihat dari segi tema,tokoh,dan latar cerita hampir atau bahkan
boleh dikatakan sama dengan sastra galigo,yaitu tema umumnya menyangkut
perjuangan; perang,pengembaraan,ratapan,,cinta, kasih,atau perkawinan.Dari segi
tokoh ,juga mirip karena pelaku-pelakunya dapat menjangkau tiga dunia,seperti
naik ke langit,turun ke dunia bawah(peretiwi),atau menyeberang kea lam
akhirat.Dan dari segi latar cerita,juga berkisar pada tiga ruang ,yakni
bumi,langit,dan dunia bawah.Salah satu contoh sastra pau-pau adalah LaDadok
Lele Angkurue.Kisah Ladadok Lele Angkurue bercerita tentang seseorang yang
jatuh cinta kepada seorang gadis dan ingin menikahinya akan tetapi gadis
tersebut menyampaikan syarat yang sangat berat yakni jika ingin menikahinya
harus menyediakan mahar yang berupa Padi dan Istana Manurung yang berasal dari
langit.Syarat yang diajukan tersebut sangat berat untuk dipenuhi olrh manusia
sehingga Ladadok menjadi sedih dan mengurung diri,melihat tuannya yang bersedih
maka ayam Ia Pute Innokkinnong(milik Ladadok) meminta izin untuk menghadap
kepada Dewata Patotoe agar persyaratan yang diminta oleh We Anek(sang gadis)
dapat dipenuhi dengan bantuan Dewata Patotoe.Setelah menghadap Dewata Patotoe
permintaan Ladadok dipenuhi dan akhirnya Ladadok dapat menikahi We Anek.namun
baru saja sudah menikah We Anek marah kepada Ladadok,kemudian We anek ditanyai
apa sebabnya We Anek marah,kemudian We Anek mengatakan bahwa dahulu Ladadok
pernah mengambil perhiasannya ketika masih muda agar dapat diizinkan untuk naik
keperahu Ladadok,We Anek menginginkan perhiasannya kembali,namun perhiasan itu
telah lama hilang ketika suatu saat ladadok pergi berlayar ia tekena badai
sehingga semua perhiasan itu hilang di laut.Akan tetapi We Anek masih
menginginkan perhiasannya maka bersedilah kembali Ladadok,melihat tuannya
bersedih maka ayam La Pute turun kebawah dan menghadap Dewata Peretiwi.Setelah
menghadap Dewata Peretiwi maka permintaan Ladadok agar emas We Anek dikembalikan
dikabulkan sehingga We Anek merasa senang dan rumah tangga Ladadok pun diliputi
kebahagiaan hingga We Anek mengandung,mengetahui istrinya mengandung Ladadok
memesan pada pedagang jawa sebuah keris dan tombak siapa tahu anaknya kelak
laki-laki,namun setelah melahirkan We Anek ternyata melahirkan anak perempuan
dan We Anek menyuruh Ladadok untuk pergi ke tanah jawa agar pesanan kris dan
tombak diganti menjadi kain lembut untuk wanita.Dengan demikian berangkatlah
Ladadok ke tanah jawa,disana ia bertemu pedagang jawa dan mengganti pesanannya
dengan kain lembut untuk wanita sebab anaknya perempuan.Sebelum pulang Burung
Jawa datang menghadap pada Ladadok dan mengatakan akan terbang ke negeri Bugis
makka Ladadok pun menyampaikan salam untuk istri dan juga anaknya dan menyuruh
Burung Jawa untuk menyampaikan kepada istrinya bahwa ia terlibat hubungan mesra
dengan wanita bangsawan jawa.Mendengar berita tersebut We Anek merasa sedih dan
tak lama kemudian We Anek meninggal disusul oleh putrid bangsawannya.Setelah
sampai di negeri Bugis dan mendengar bahwa istri dan juga putrinya telah
meninggal akibat dilanda kerinduan kepadanya maka Ladadok pun mengatakan akan
menyusul istri dan juga anaknya dan mengatakan kalau mereka belum menyebrang ke
alam akhirat maka ia akan mengembalikannya ke bumi.Setelah itu meninggal pula
Ladadok.Setelah meninggal Ladadok bertemu istri dan juga anaknya disebuah
titian menuju kealam akhirat.Setellah bertemu istri dan juga anaknya Ladadok
menyampaikann maksud untuk membawa mereka kembali ke bumi dan usul tersebut di
setujui oleh We Anek,maka berangkatlah mereka ke langit menemui Dewata Patotoe
agar mereka dapat kembali lagi ke bumi.Setelah kembali ke bumi,ibunda We Anek
jatuh sakit dan meninggal dan menyerahkan tahtanya kepada We Anek,setelah masa
berkabung ,We Anek sekeluarga kembali berbahagia dan menjadi Ratu di kerajaan
Annung.
3.Sastra Toloki (kisah
kepahlawanan)
Setelah periode sastra galigo berhenti ,muncul kemudian bentuk sastra
bugis yang berbeda dengannya.Perbedaan tersebut tidak hanya dari segi
tema,latar,dan konvensinya saja,melainkan juga dari segi tokoh serta cerita
yang diceritakannya.Periode kedua ini ,para pakar menyebutnya zaman Tomanurung atau periode lontarak,yaitu
sebuah zaman yang ditandai dengan munculnya sebuah bentuk pustaka Bugis yang
berbeda dengan pustaka (sastra) galigo.Dalam periode ini muncul atau berkembang
dua bentuk pustaka bugis, ada yang tergolong karya sastra dan ada yang bukan
karya sastra . Yang tergolong karya sastra diisebut Tolok,dan yang bukan karya
sastra diisebut lontarak.Masa pertumbuhan kedua bentuk pustaka ini diperkirakan
abad ke-15 hingga abad ke-20.Salah satu contoh dari sastra Toloki adalah cerita
Tolokna Daeng Palie.Cerita Tolokna Daeng Paile menceritakan tentang perjuangan
Daeng Paile beserta para sahabatnya dalam melawan belanda untuk merebut serta
menguasai Labbakeng.
4.Sastra Elong
Dalam pengertian secara harafiah,elong berarti nyanyian dalam bahasa bugis.Elong dalam
masyarakat bugis betul-betul dinyanyikan atau dilagukan secara lisan.Fungsi
elong sebagai hiburan sangat menonjol karena setiap jenisnya mamiliki tujuan
yang berbeda menurut temanya.Dengan demikian, elong selalu dapat dinyanyikan
dalam berbagai macam suasana kejiwaan masyarakat bugis.
Dengan tidak meremehkan fungsi hiburannya,elong sebenarnya mamiliki
fungsi yang lebih besar lagi, yakni mengandung ajaran-ajaran moral secara
universal yang jika dimaklumi akan dapat berguna sebagai pedoman hidup bagi
siapa saja.Selain dari segi isi ,elong juga disusun dengan mengikuti konvensi
yang mapan(konvensi sastra bugis klasik),baik dilihat dari segi bentuk maupun
jika dipandang dari segi bahasanya (bahasa bugis, khas sastra bugis)
Funggsi dan peranan elong ugi dalam masyarakat tidak dapat diabaikan karena ia merupakan
puisi yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan yang diteruskan dari
generasi ke generasi sesuai dengan penilaian dan kebutuhannya.
5.Pau-Pau Rikodong Bugis
Pau-pau rikodong (cerita yang dianggap) adalah satu jenis tradisi lisan
Bugis yang berupa cerita rakyat,ada empat kelompok pau-pau rikodong ,yaitu:
Pau-Pau
rikodong na dewata (cerita tentang dewa-dewa)
Pau-pau
rikodong na to waranie (cerita tentang kepahlawanan sage)
Pau-pau
rikodong na dokkoloe (cerita binatang atau fable)
Attorioloang
(cerita sejarah atau legenda)
6.Papangajak
Papangajak adalah kumpulan pedoman hidup atau nasehat yang diberikan
oleh orang tua kepada anak keturunanya.Sebuah papangajak yang terkenal
dikalangan orang bugis adalah Budhiistihara yang merupakan salinan hikayat
orang melayu,yang asalnya dari keputakaan orang Arab.Himpunan amanat-amanat
orang tua atau nenek moyang disebut paseng.
7.Ulu
Ulu adalah manuskrip-manuskrip mengenai perjanjian antar Negara.Ulu ini
adalah nama lain dari kontrak-kontrak atau trakat antar kerajaan yang diberi nama
khusus sesuai dengan peristiwa yang melatarinya.Salah satu contoh ulu adalah Lamumpaturue ri Timurung yang merupakan
ulu yang berisi perjanjian antara bone,wajo dan soppeng dalam menghadapi
kemungkinan agresi Kerajaan Gowa.
8.Along Pugi
Puisi rakyat bugis disebut along
‘pantun’ oleh masyarakat pendukungnya.Syair atau pantun bugis yang disebut
along pugi adalah salah satu karya seni orang Bugis dahulu kala dan kini mulai
terkikis sedikit demi sedikit.Elong Pugi berupa syair-syair berbahasa Bugis
oleh melodi nyanyian yang menggambarkan selama pikiran falsafah
hidup,watak,pesan,petuah,ajaran moral suku bangsa Bugis,bahkan gambaran suku
Bugis dapat terlihat dari along pugi yang popular pada masanya.
Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan,Along Pugi dapat dibagi menjadi
dua kelompok,yaitu:
a) Along
Malliung
b) Along
Bawang
Berdasarkan usia pelaku dan pendengarnya,elong pugi di bagi menjadi tiga
golongan,yaitu :
a) Along
Ana-ana(pantun anak-anak)
Along Mario (pantun gembira)
Along Masse (pantun duka cita)
b) Along
Tomalolo (pantun remaja)
Along Mamparore/Mappadicawa (pantun jenaka)
Along Kallolo (pantun anak muda)
Along Mappangaja (pantun nasihat)
Along Topanrita (pantun ulama atau
dukun)
Along Panganderreng (pantun adat)
9.Mantra
Mantra biasanya digunakan oleh orang Bugis untuk merias pengantin agar
terlihat lebih cantik dan biasanya disebut cenning rara.
0 komentar:
Posting Komentar