Sabtu, 22 September 2012

Kesusastraan Bugis


Dilihat dari tradisi berkembangnya,sastra bugis kuno menempuh dua cara,yaitu tradisi lisan (oral Tradision) dan tradisi tulis (literary tradition),dan keduanya ada yang berkembang seiring dalam waktu yang bersamaan.Terkadang sebuah karya sastra terdapat dalam dua tradisi,yaitu lisan dan menulis.Khusus dalam sastra bugis kuno dalam tradisi tulis sebagian naskahnya masih dapat dibaca hingga saat ini . Karya sastra tersebut terekam dalam bentuk naskah tulisan tangan yang menggunakan bahan dari berbagai jenis,misalnya daun lontar,kertas,atau bahan dari bambu.
Mengenai kepustakaan bugis kuno ini,dapat dinyatakan bahwa secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua macam yaitu,pustaka yang tergolong karya sastra dan pustaka yang bukan karya sastra.Pustaka yang tergolong karya sastra terbagi kedalam dua bentuk yaitu puisi dan prosa.Karya sastra yang tergolong Puisi (disebut surek) terbagi lagi kedalam empat kelompok atau empat jenis,yaitu: galigo,pau-pau,tolok,dan elong.Keempat jenis puisi Bugis (surek) ini,jika dilihat bentuknya , maka dapat digolongkan lagi kedalam dua jenis,yaitu: galigo,pau-pau,dan tolok berupa puisi naratif yang ceritanya pada umumnya panjang(puluhan atau ratusan halaman),sedangkan elong hanya berupa pernyataan yang mungkin satu atau beberapa bait saja sudah dapat mengemukakan maknanya secara lengkap.
1.Sastra Galigo (mitos)
Masa perkembangan sastra galigo diperkirakan oleh beberapa pakar secara berbeda.Misalnya Mattulada memperkirakan antara abad ke-7 hingga abad ke-10 se-zaman dengan perkembangan kerajaan hindu di nusantara,berbeda halnya dengan pendapat Fachruddin Ambo Enre yang memperkirakan sekitar abad ke-14 atau sezaman dengan perkembangan kerajaan malaka dan kerajaan majapahit sebagaimana dalam naskah galigo.
Perkiraan lain mengemukakan bahwa galigo dikarang sebelum agama islam menjadi anutan banyak di Sulawesi selatan.Dalam hal ini sebelum tahun 1600,karena tidak ditemukannya pengaruh atau ajaran islam didalamnya.Sedangkan Millis memperkirakan waktu penulisan galigo yakni awal abad ke-14,dengan mengambil dasar beberapa kronik yang menyinggung cerita galigo sebagai dasar pemikiran.Salah satu contoh sastra galigo terdapat dalam cerita Meong Palo Bolonge.Kisah meong palo bolonge menceritakan tentang Sangiaseri tidak lagi dihargai oleh masyarakat luwu,ia tidak lagi ditempatkan disinggasana mulianya,penduduk tidak lagi mematuhi petuah,pantangan,dan larangannya.Ia dimakan tikus pada malam hari dan dipatok ayam pada siang hari serta Meong Palo Bolonge  yang selalu setia mengawalnya justru disiksa oleh manusia.Dalam kondisi yang menyedihkan itu,Ratu Padi(Sangiaseri),dan meong palo bolong serta pengawal-pengawalnya sepakat untuk meninggalkan tempat itu dan pergi mengembara.Dalam pengembaraannya yang berlangsung lama Ratu Padi akhirnya sampai di Barru.Perjalanannya dari enrekang hingga lisu digambarkan penuh rintangan dan tantangan akibat perlakuan orang yang tidak senonoh.Akan tetapi ketika sampai di barru Ratu Padi beserta rombongannya mendapatkan perlakuan yang beda,Masyarakat barru menyambut Ratu Padi dengan baik,dijamu,di istirahatkan di rakeang.Mereka dilayani dengan penuh keramatamahan penduduk sehingga Ratu Padi beserta rombongannya betah berada di barru.Tak lama kemudian Ratu Padi sangat letih dan sedih mengingat perlakuan yang tidak baik yang diterimanya dari masyarakat selama pengembaraannya,maka Ratu Padi memutuskan untuk meninggalkan bumi dan naik kelangit menemui orang tuanya yang bertahta di “Boting Langi”(kerajaan langit).Setelah sampai di langit Ratu Padi beserta rombongannya tidak diperkenankan untuk tinggal di langit sebab keberadaan Ratu Padi sudah ditakdirkan untuk mamberi kehidupan kepada manusia di bumi.Atas keputusan itu,Ratu Padi beserta rombongannya akhirnya kembali ke bumi dan daerah Barru yang mereka pilih sebagai tempat menetap mereka.Setelah Tujuh hari Tujuh malam Sangiaseri tiba di Barru(tiba dari langit) barulah ia member petunjuk-petunjuk,petuah,nasehat,serta pandangan khususnya yang berkaitan dengan bidang pertanian serta norma-norma hidup masyarakat Bugis,diyakini oleh masyarakat bahwa dengan patuh terhadap segala amanah dari Angiaseri tentunya akan mendatangkan kemaslahatan hidup sebab dengan demikian ia akan tinggal menetap di Barru.  

2.Sastra Pau-Pau(legenda)
Pada masa antara galigo dan tolok, lahir beberapa bentuk sastra bugis lainnya,yaitu : pau-pau (cerita rakyat legenda),dan pau-pau rikodong (dongeng singkat),sastra inii merupakan saduran dari sastra melayu kuno atau sastra parsi.
Dalam kesusastraan bugis kuno,ada cerita rakyat yang dalam tulisan ini digolongkan sebagai pau-pau belum pernah diteliti secara mendalam,sebagai contoh salah satu jenis naskah yang isinya tergolong pau-pau yang berjudul “La Padomo Ennaja”.Jenis karya sastra ini cukup unik,kekhasannya terletak diantara dua jenis sastra bugis yang disebutkan terdahulu,yaitu galigo dan tolok.
Masa pertumbuhan karya sastra ini pun diduga berada antara masa galigo dan masa tolok.Dilihat dari segi tema,tokoh,dan latar cerita hampir atau bahkan boleh dikatakan sama dengan sastra galigo,yaitu tema umumnya menyangkut perjuangan; perang,pengembaraan,ratapan,,cinta, kasih,atau perkawinan.Dari segi tokoh ,juga mirip karena pelaku-pelakunya dapat menjangkau tiga dunia,seperti naik ke langit,turun ke dunia bawah(peretiwi),atau menyeberang kea lam akhirat.Dan dari segi latar cerita,juga berkisar pada tiga ruang ,yakni bumi,langit,dan dunia bawah.Salah satu contoh sastra pau-pau adalah LaDadok Lele Angkurue.Kisah Ladadok Lele Angkurue bercerita tentang seseorang yang jatuh cinta kepada seorang gadis dan ingin menikahinya akan tetapi gadis tersebut menyampaikan syarat yang sangat berat yakni jika ingin menikahinya harus menyediakan mahar yang berupa Padi dan Istana Manurung yang berasal dari langit.Syarat yang diajukan tersebut sangat berat untuk dipenuhi olrh manusia sehingga Ladadok menjadi sedih dan mengurung diri,melihat tuannya yang bersedih maka ayam Ia Pute Innokkinnong(milik Ladadok) meminta izin untuk menghadap kepada Dewata Patotoe agar persyaratan yang diminta oleh We Anek(sang gadis) dapat dipenuhi dengan bantuan Dewata Patotoe.Setelah menghadap Dewata Patotoe permintaan Ladadok dipenuhi dan akhirnya Ladadok dapat menikahi We Anek.namun baru saja sudah menikah We Anek marah kepada Ladadok,kemudian We anek ditanyai apa sebabnya We Anek marah,kemudian We Anek mengatakan bahwa dahulu Ladadok pernah mengambil perhiasannya ketika masih muda agar dapat diizinkan untuk naik keperahu Ladadok,We Anek menginginkan perhiasannya kembali,namun perhiasan itu telah lama hilang ketika suatu saat ladadok pergi berlayar ia tekena badai sehingga semua perhiasan itu hilang di laut.Akan tetapi We Anek masih menginginkan perhiasannya maka bersedilah kembali Ladadok,melihat tuannya bersedih maka ayam La Pute turun kebawah dan menghadap Dewata Peretiwi.Setelah menghadap Dewata Peretiwi maka permintaan Ladadok agar emas We Anek dikembalikan dikabulkan sehingga We Anek merasa senang dan rumah tangga Ladadok pun diliputi kebahagiaan hingga We Anek mengandung,mengetahui istrinya mengandung Ladadok memesan pada pedagang jawa sebuah keris dan tombak siapa tahu anaknya kelak laki-laki,namun setelah melahirkan We Anek ternyata melahirkan anak perempuan dan We Anek menyuruh Ladadok untuk pergi ke tanah jawa agar pesanan kris dan tombak diganti menjadi kain lembut untuk wanita.Dengan demikian berangkatlah Ladadok ke tanah jawa,disana ia bertemu pedagang jawa dan mengganti pesanannya dengan kain lembut untuk wanita sebab anaknya perempuan.Sebelum pulang Burung Jawa datang menghadap pada Ladadok dan mengatakan akan terbang ke negeri Bugis makka Ladadok pun menyampaikan salam untuk istri dan juga anaknya dan menyuruh Burung Jawa untuk menyampaikan kepada istrinya bahwa ia terlibat hubungan mesra dengan wanita bangsawan jawa.Mendengar berita tersebut We Anek merasa sedih dan tak lama kemudian We Anek meninggal disusul oleh putrid bangsawannya.Setelah sampai di negeri Bugis dan mendengar bahwa istri dan juga putrinya telah meninggal akibat dilanda kerinduan kepadanya maka Ladadok pun mengatakan akan menyusul istri dan juga anaknya dan mengatakan kalau mereka belum menyebrang ke alam akhirat maka ia akan mengembalikannya ke bumi.Setelah itu meninggal pula Ladadok.Setelah meninggal Ladadok bertemu istri dan juga anaknya disebuah titian menuju kealam akhirat.Setellah bertemu istri dan juga anaknya Ladadok menyampaikann maksud untuk membawa mereka kembali ke bumi dan usul tersebut di setujui oleh We Anek,maka berangkatlah mereka ke langit menemui Dewata Patotoe agar mereka dapat kembali lagi ke bumi.Setelah kembali ke bumi,ibunda We Anek jatuh sakit dan meninggal dan menyerahkan tahtanya kepada We Anek,setelah masa berkabung ,We Anek sekeluarga kembali berbahagia dan menjadi Ratu di kerajaan Annung.

3.Sastra Toloki (kisah kepahlawanan)
Setelah periode sastra galigo berhenti ,muncul kemudian bentuk sastra bugis yang berbeda dengannya.Perbedaan tersebut tidak hanya dari segi tema,latar,dan konvensinya saja,melainkan juga dari segi tokoh serta cerita yang diceritakannya.Periode kedua ini ,para pakar menyebutnya zaman Tomanurung atau periode lontarak,yaitu sebuah zaman yang ditandai dengan munculnya sebuah bentuk pustaka Bugis yang berbeda dengan pustaka (sastra) galigo.Dalam periode ini muncul atau berkembang dua bentuk pustaka bugis, ada yang tergolong karya sastra dan ada yang bukan karya sastra . Yang tergolong karya sastra diisebut Tolok,dan yang bukan karya sastra diisebut lontarak.Masa pertumbuhan kedua bentuk pustaka ini diperkirakan abad ke-15 hingga abad ke-20.Salah satu contoh dari sastra Toloki adalah cerita Tolokna Daeng Palie.Cerita Tolokna Daeng Paile menceritakan tentang perjuangan Daeng Paile beserta para sahabatnya dalam melawan belanda untuk merebut serta menguasai Labbakeng.

4.Sastra Elong
Dalam pengertian secara harafiah,elong berarti  nyanyian dalam bahasa bugis.Elong dalam masyarakat bugis betul-betul dinyanyikan atau dilagukan secara lisan.Fungsi elong sebagai hiburan sangat menonjol karena setiap jenisnya mamiliki tujuan yang berbeda menurut temanya.Dengan demikian, elong selalu dapat dinyanyikan dalam berbagai macam suasana kejiwaan masyarakat bugis.
Dengan tidak meremehkan fungsi hiburannya,elong sebenarnya mamiliki fungsi yang lebih besar lagi, yakni mengandung ajaran-ajaran moral secara universal yang jika dimaklumi akan dapat berguna sebagai pedoman hidup bagi siapa saja.Selain dari segi isi ,elong juga disusun dengan mengikuti konvensi yang mapan(konvensi sastra bugis klasik),baik dilihat dari segi bentuk maupun jika dipandang dari segi bahasanya (bahasa bugis, khas sastra bugis)
Funggsi dan peranan elong ugi dalam masyarakat  tidak dapat diabaikan karena ia merupakan puisi yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan yang diteruskan dari generasi ke generasi sesuai dengan penilaian dan kebutuhannya. 

5.Pau-Pau Rikodong Bugis
Pau-pau rikodong (cerita yang dianggap) adalah satu jenis tradisi lisan Bugis yang berupa cerita rakyat,ada empat kelompok pau-pau rikodong ,yaitu:
Pau-Pau rikodong na dewata (cerita tentang dewa-dewa)
Pau-pau rikodong na to waranie (cerita tentang kepahlawanan sage)
Pau-pau rikodong na dokkoloe (cerita binatang atau fable)
Attorioloang (cerita sejarah atau legenda)

6.Papangajak
Papangajak adalah kumpulan pedoman hidup atau nasehat yang diberikan oleh orang tua kepada anak keturunanya.Sebuah papangajak yang terkenal dikalangan orang bugis adalah Budhiistihara yang merupakan salinan hikayat orang melayu,yang asalnya dari keputakaan orang Arab.Himpunan amanat-amanat orang tua atau nenek moyang disebut paseng.

7.Ulu
Ulu adalah manuskrip-manuskrip mengenai perjanjian antar Negara.Ulu ini adalah nama lain dari kontrak-kontrak atau trakat antar kerajaan yang diberi nama khusus sesuai dengan peristiwa yang melatarinya.Salah satu contoh ulu adalah Lamumpaturue ri Timurung yang merupakan ulu yang berisi perjanjian antara bone,wajo dan soppeng dalam menghadapi kemungkinan agresi Kerajaan Gowa.

8.Along Pugi
Puisi rakyat bugis disebut along ‘pantun’ oleh masyarakat pendukungnya.Syair atau pantun bugis yang disebut along pugi adalah salah satu karya seni orang Bugis dahulu kala dan kini mulai terkikis sedikit demi sedikit.Elong Pugi berupa syair-syair berbahasa Bugis oleh melodi nyanyian yang menggambarkan selama pikiran falsafah hidup,watak,pesan,petuah,ajaran moral suku bangsa Bugis,bahkan gambaran suku Bugis dapat terlihat dari along pugi yang popular pada masanya.
Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan,Along Pugi dapat dibagi menjadi dua kelompok,yaitu:
a)      Along Malliung
b)      Along Bawang
Berdasarkan usia pelaku dan pendengarnya,elong pugi di bagi menjadi tiga golongan,yaitu :
a)      Along Ana-ana(pantun anak-anak)
Along Mario (pantun gembira)
Along Masse (pantun duka cita)
b)      Along Tomalolo (pantun remaja)
Along Mamparore/Mappadicawa (pantun jenaka)
Along Kallolo (pantun anak muda)
Along Mappangaja (pantun nasihat)
Along Topanrita (pantun ulama atau dukun)
Along Panganderreng (pantun adat)

9.Mantra
Mantra biasanya digunakan oleh orang Bugis untuk merias pengantin agar terlihat lebih cantik dan biasanya disebut cenning rara.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pelita dalam Kegelapan Malam © 2008. Design By: SkinCorner