Minggu, 16 September 2012

Unconscious dalam Novel ‘Telegram’ dan ‘Lho’ Karya Putu Wijaya


Sinopsis Novel ‘Telegram’ dan ‘Lho’
Novel Putu Wijaya yang berjudul Telegram (1972) bercerita tentang tokoh utamanya yaitu ‘Aku’, yang memiliki pacar khayalan yang bernama Rosa. Setiap ‘Aku’ mengalami atau menghadapi masalah baik itu menyangkut pekerjaannya, masalahnya dengan Nurma, seorang PSK langganan ‘Aku’ ataupun masalah yang menyangkut anak angkatnya Shinta, tokoh ‘Aku’ ini akan selalu mencari objek ‘pelepasan’ ketegangan melalui Rosa, pacar khayalannya. Yang kemudian lama kelamaan, tokoh khayalan ‘Aku’ ini menjadi hidup dan memiliki kesadaran seperti manusia yang ‘nyata’. Ketika tokoh khayalan ‘Aku’ ini menjadi hidup, akhirnya ‘Aku’ memutuskan untuk menghilangkan Rosa, khayalannya dan diakhir cerita ‘Aku’ memutuskan untuk pulang ke Bali bersama Shinta karena mendapatkan Telegram dari Bali yang mengabarkan kematian ibu ‘Aku’. (1)
Sedangkan, dalam novel LHO (1982), ceritanya berawal pada sore hari aku dan Zen berjalan-jalan. Zen terus berbicara, ingin rasanya tokoh aku membunuh Zen agar tidak dapat berbicara lagi dan rasa itu ia wujudkan, tetapi ketika ia mendorong tubuh Zen, ia kalah kuat untuk menjatuhkan Zen ke aspal. Akhirnya ia sendiri yang terjatuh dan pingsan. Zen merasa bersalah, ketika di rumah sakit, tak henti-hentinya Zen minta maaf. Pikiran tokoh aku, mungkinkah sebenarnya Zen juga berniat membunuhnya? Tetapi Zen menyangkal, lalu Zen berganti menuduh aku, awalnya aku menyangkal, namun akhirnya ia mengaku.
Persahabatan mereka tetap berjalan. Suatu hari Zen berkata pada aku bahwa sebenarnya tokoh aku telah mengalami proses menuju kegilaan, ia menunjukkan hasil observasinya. Lalu suatu ketika Zen menyuruh tokoh aku mengulangi perbuatannya dahulu demiobservasinya. Hari itu aku mengulangi kejadian untuk membunuh Zen. Kejadian itu terulang kembali dan akhirnya Zen mati tertabrak mobil dan tokoh aku pingsan. Ketika terbangun ia telah berada di rumah sakit. Semua menganggap tokoh aku depresi karena kehilangan sahabatnya. Anak muda pengendara mobil yang menabrak Zen ditangkap dan diadili. Tokoh aku mersa bersalah tetapi ia tidak mampu mengatakan kebenaran, keadaan yang membuatnya bungkam.
Akhirnya suatu hari tokoh aku melarikan diri dari rumah sakit dan merantau jauh. Aku bekerja pada pengusaha pemilik truk, ia adalah seorang janda. Aku juga mengenal sahabat baru seperti Zen, namanya Bing. Namun pada suatu hari Bing melakukan hal yang sama dengan Zen, ia tak ada henti-hentinya bicara, tokoh aku ingin membunuhnya dengan cara yang sama dengan Zen, tetapi meleset tokoh aku yang celaka. Di rumah sakit semua orang bertanya-tanya. Tokoh aku meminta maaf atas perbuatannya, namun semua mengira kalau tokoh aku ingin bunuh diri. Aku merasa ternyata semua orang beranggapan sama. Lalu aku memutuskan kembali ke kotanya untuk jujur kepada semua orang. Ketika di kotanya yang dulu ia bekerja di suatu perusahaan, namun pada suatu hari karena ia lalai, ia terancam dipecat dari pekerjaannya, bahkan akan ditembak oleh majikannya. Ketika kejadian itu tokoh aku pingsan dan setelah terbangun ia sudah berada di rumah sakit jiwa. (2)
Unconscious dalam Novel ‘Telegram’ dan ‘Lho’
Konsep mengenai unconscious pertama kali diperkenalkan oleh Sigmun Freud dalam teorinya Psikoanalisis pada tahun 1900-an. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. (Minderop, 2010:10) Psikoanalisis, mendasarkan pemikirannya pada proses bawah sadar (unconscious mind) yang membetuk perilaku dan segala penyimpangan perilaku sebagai akibat proses tak sadar. Psikoanalisis tidak bertujuan atau mencari apapun kecuali penemuan tentang alam bawah sadar dalam kehidupan mental. (Freud, 2002:424)
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar (unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind). Ia melukiskan bahwa pikiran manusia seperti gunung es yang justru sebagian terbesarnya ada di bawah permukaan laut yang tidak dapat ditangkap dengan indera. Ia mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh berbagai tekanan dan konflik; untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia rapat menyimpannya di alam bawah sadar.  Freud merasa yakin bahwa perilaku seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri, dan tingkah laku itu tampil tanpa disadari. (Minderop, 2010: 13)
Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif, dan selalu siap muncul. Kelihatannya hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui suatu analisis ternyata ditemukan hubungan antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang dari hasrat taksadar. Hasrat yang timbul dari alam taksadar yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati. (Minderop, 2010: 15)
Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan gejala-gejala neurosis. Aktivitas bawah sadar tertentu dari suatu gejala neurosis memiliki makna yang sebenarnya terdapat dalam pikiran. Namun, gejala neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala tersebut muncul ke alam sadar yang sesungguhnya merupakan gambaran gejala neurosis yang diderita seseorang di alam bawah sadarnya. (Freud, 2002: 297)
Dalam novel ‘telegram’ karya putu wijaya tindakan-tindakan tokoh utamanya yaitu ‘Aku’ selalu dipengaruhi oleh tekanan atau konflik yang berada di alam bawah sadarnya (unconscious mind) yang berusaha mencari pelepasan ketegangan. Tindakan-tindakan pelepasan ketegangan tersebut akhirnya berwujud sebagai Rosa, yang merupakan pacar khayalan ciptaan ‘Aku’. Setiap ‘Aku’ mengalami masalah ataupun konflik yang muncul dalam kesehariannya, ‘Aku’ akan selalu ‘berkhayal’ bertemu dengan Rosa. Namun, kebiasaan ‘Aku’ yang selalu mencari objek pelepasan ketegangan dengan menghayalkan Rosa, menjadikan ‘Aku’ terkadang tak dapat lagi membedakan kapan ia berkhayal dan kapan ia dalam keadaan nyata (tidak berkhayal) dan pada puncaknya, khayaln ‘Aku’ mengenai Rosa tidak dapat lagi dikontrol. Tokoh khayalan ini tidak dapat dikontrol lagi oleh ‘Aku’. Rosa menjadi hidup, ia tidak lagi berupa tokoh khayalan ‘Aku’, namun ia menjadi sosok yang mempunyai kesadaran sendiri. Akhirnya, ‘Aku’ menghentikan khayalannya tentang Rosa karena ia menganggap khayalannya ini berbahaya yang jika diteruskan memungkinkan ‘Aku’ menjadi gila.
Tokoh Rosa dalam novel ini, awalnya menjadi objek pelepasan ketegangan yang terepresi dalam alam bawah sadar ‘Aku’, namun pada saat menjelang akhir cerita tokoh Rosa ini tidak dapat lagi dikontrol, ini menandakan bahwa konflik yang berada dalam alam bawah sadar ‘Aku’ sudah begitu menekan kesadaran ‘Aku’ sehingga ‘Aku’ bahkan tak dapat mengontrol kesadarannya sendiri.
Sedangkan dalam novel ‘Lho’, tokoh utamanya yaitu ‘Aku’ yang tiba-tiba ingin mendorong sahabatnya Zen hanya karena Zen terlalu banyak berbicara merupakan wujud dari tekanan dari unconscious atau alam bawah sadarnya yang sudah tidak tahan lagi terhadap permasalahan tambahan yang bawa Zen untuk diperbincangkan dengan tokoh ‘Aku’. Tambahan konflik yang harus dihadapi oleh tokoh ‘Aku’ menjadikan ‘Aku’ tak dapat lagi menahan represi dari alam bawah sadarnya, sehingga represi yang tak dapat ditahan tersebut akhirnya keluar dalam bentuk tindakan ingin membunuh Zen dengan cara mendorongnya.
Tindakan yang kurang masuk akal pada awal cerita dalam novel ini yang didasari oleh ledakan akibat represi di alam bawah sadar yang berusaha mencari pelepasan, membawa cerita selanjutnya dalam novel ini berkisah tentang bagaimana konflik batin yang dialami oleh tokoh ‘Aku’. Konflik batin tersebut timbul dari rasa bersalahnya terhadap Zen yang meningga yang menganggap bahwa ‘Aku’-lah yang menyebabkan kematiannya. Koflik batin yang dialami oleh ‘Aku’ akhirnya tak dapat ditahan lagi oleh ‘Aku’, sehingga ‘Aku’ kembali ke rumahnya yang dulu dan membuat pengakuan bahwa dialah yang dengan sengaja membunuh Zen. Namun, orang-orang menganggapnya gila karena pengakuannya itu dan memasukkannya ke rumah sakit jiwa.
Kedua novel ini, yaitu ‘Telegram’ dan ‘Lho’ merupakan novel-novel psikologis karya Putu Wijaya. Putu Wijaya ingin menggambarkan bagaimana kehidupan saat ini yang penuh dengan tekanan dalam keseharian yang muncul sebagai masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia masa kini. Namun, yang membedakan kedua novel ini yaitu tekanan yang terdapat dalam alam bawah sadar (unconscious) tokoh utamanya yaitu ‘Aku’ bentuk pelepasan ketegangannya berbeda. Dalam novel ‘Telegram’ bentuk pelepasan tekanan dalam unconscious-nya berwujud Rosa, sedangkan dalam novel ‘Lho’ bentuk pelepasan tekanan dalam unconscious-nya berwujud keinginan ‘Aku’ untuk membunuh Zen. Dari kedua novel ini, pengarangnya ingin mengakatakan bagaimana orang yang biasa-biasa saja bisa melakukan tindakan-tindakan ‘luar biasa’ akibat represi konflik dalam alam bawah sadarnya (unconscious).

Daftar Pustaka :

Wijaya, Putu. Telegram. Cetakan Kedua. 1977. Pustaka Jaya.

Wijaya, Putu. LHO.2000. Jakarta : Balai Pustaka.

Freud, Sigmund. General Introduction to Psychoanalysis: Psikoanalisis Sigmund Freud. diterjemahkan oleh Ira Puspitorini. 2002. Yogyakarta: Ikon Teralitera.
 
Minderop, Dr.Albertine,M.A. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Edisi Pertama. 2010. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

1 komentar:

Aku mengatakan...

saya penggemar novel putu wijaya, pernah baca novel diatas waktu sekolah smp.
ada lagi novelnya judulnya : pabrik, leak

Posting Komentar

 

Pelita dalam Kegelapan Malam © 2008. Design By: SkinCorner