Makassar adalah nama daerah yang terletak dibagian selatan jazirah
Sulawesi selatan yang didiami oleh suku Makassar beserta semangat yang
dimilikinya, termasuk bahasa yang dipakai masyarakat dalam pergaulan sehari –
hari. Daerah ini meliputi, antara lain : Kabupaten Pangkajene – kepulauan,
Maros, Ujung Pandang (Makassar), Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba,
Sinjai, dan Selayar.
Makassar sebagai salah satu daerah budaya di Indonesia memiliki kekayaan
sastra yang beragam. Pada umumnya sastra daerah Makassar berbentuk sastra
lisan. Karya sastra daerah Makassar bermacam – macam, baik ditinjau dari segi
bentuk maupun isinya. Karya sastra prosa daerah Makassar meliputi Rupama (Dongeng), Pau – pau (Cerita), dan
Patturiolog (Silsilah). Karya sastra puisi daerah Makassar meliputi Doangang (Mantera), Paruntuk Kana (Peribahasa), Kelong
(Pantun), Pakkiok Bunting, Dondo, dan
Aru (Ikrar/Janji) termasuk pula dalam sastra daerah Makassar adalah bahasa
berirama (Royong dan Sinrilik) yang disampaikan atau dikomunikasikan dalam
dendang/dilagukan dengan iringan alat musik tertentu.
A.SINRILIK
1. Pengertian Sinrilik
Karya
Sastra Makassar cukup memiliki arti dalam kehidupan penutur Bahasa Makassar.
Salah satu karya sastra di antara sekian banyak karya satra adalah sinrilik. Sinrilik adalah karya sastra
Makassar yang berbentuk prosa yang cara penyampaiannya dilagukan secara
berirama baik dengan menggunakan alat musik maupun tanpa alat musik. Hingga
saat ini, masih dipelihara dan diminati oleh masyarakat Makassar. Meskipun
karya sastra ini masih diminati oleh masyarakat, namun orang yang dapat
melagukannya atau membacakannya sudah sangat terbatas. Oleh karena itu, karya
satra jenis ini perlu mendapat pembinaan agar tetap lestari.
Sinrilik
sebagai salah satu bentuk sastra lisan, sangat terkait dengan hal – hal :1)
pencerita dan penceritaan, 2) kesempatan bercerita, 3) tujuan bercerita, 4)
hubungan cerita dengan lingkungannya, 5) jenis cerita yang disampaikan, dan 6)
pendengar.
Menurut
Bantang seorang Pasinrilik harus menguasai beberapa hal, yaitu :
a.
Pandai berbahasa Makassar
b.
Kaya paruntuk kana
c.
Kaya kelong
d.
Menguasai dialek bahasa Makassar
e.
Menguasai banyak rapang dan
pappasang
f.
Mampu mengaprsiasikan dan menyatu
dengan alam.
Pada acara – acara tertentu, sinrilik dipentaskan
oleh seorang seniman, yang selain menguasai sastra sinrilik juga mampu
menggesek kesok – kesok (sejenis instrument musik gesek). Orang yang
mementaskan sinrilik ini disebut orang pakesok – kesok.
2.
Jenis
– Jenis Sinrilik
Berdasarkan
isi dan cara melagukannya, sinrilik dibagi atas dua macam, yaitu sinrilik
pakesok – kesok dan sinrilik bositimurung. Sinrilik pakesok – kesok adalah
sinrilik yang dilagukan dengan iringan kesok – kesok (rebab). Isinya melukiskan
tentang sejarah perjuangan dan kepahlawanan seorang tokoh. Bunyi kesok – kesok (sejenis
alat musik gesek) yang mengiringi pakesok – kesok/pasinrilik (orang yang
memainkan kesok – kesok atau melagukan sinrilik) harus selaras dengan lagu dan
isi serta suasana cerita yang dibawakan.
Adapun
naskah sinrilik yang dapat diiringi dengan kesok – kesok, antara lain :
Sinrilik Kappalak Tallumbatua, Sinrilik I Makdik Daeng Rimakka, dll. Sinrilik
ini mengisahkan tentang perjuangan dan kepahlawanan di sela percintaan sang
tokoh yang ditampilkan dalam cerita itu. Jenis sastra ini sangat menarik apabila
dikreasikan menjadi sastra pertunjukan.
Sastra
bositimurung adalah sinrilik yang dilagukan tanpa diiringi alat musik kesok –
kesok dan biasanya dilantungkan pada tempat yang sunyi di kala orang yang
berada di sekelilingnya sedang tidur nyenyak.
Sinrilik
bositimurung pada dasarnya berisi hal – hal sebagai berikut.
a. Pujaan
yang menggambarkan kecantikan seorang gadis dengan membandingkan keadaan
sekelilingnya.
b. Merindukan
kekasih yang menggambarkan kerinduan seorang jejaka terhadap gadis yang
dicintainya.
c. Beriba
hati yang menggambarkan seorang yang sial atas segala usahanya sehingga menjadi
sengsara.
d. Kesedihan
yang menggambarkan kesedihan seorang istri yang ditinggal oleh suaminya
(Basang, 1997:72).
Selain
itu, sinrilik bositimurung dapat pula dijadikan sebagai pelajaran atau nasihat
yang berharga bagi orang yang menyimaknya karena isinya menceritakan tentang
ganjaran perbuatan yang baik dan siksaan terhadap perbuatan jelek di akhirat
kelak. Sinrilik yang mengisahkan tentang hal – hal seperti ini biasanya
dilantungkan pada saat kedukaan atau kematian sehingga dapat pula dijadikan
sebagai hiburan bagi orang yang ditinggalkan. Acara tersebut biasa disebut
Ammaca Kittak yang pelaksanaannya dilakukan setelah tadarrus Alquran.
3.
Contoh
Sinrilik
a. Sinrilik
Pakesok – kesok
Nampami
sulengka rapak, natakbenrong binakbakku kesok – kesokna tampaselaki matangku
“Baru
saja ia bersila, terpukullah jantungku, kesok – kesoknya membuatku tak dapat
tidur”.
Penampilan
dan gesekan kesok – kesok tersebut sangat memikat penonton, sehingga tahan
untuk tak tertidur (Sirajuddin Bantang).
b. Sinrilik
Bositimurung
Bosi
timurung, batu merah pandanganku, dingin menulang jamrud hatiku. Semalam suntuk
aku gelisah, aku tidak dapat tidur, mataku tidak pernah terlena. Robek –
robeklah selimut yang tidak pernah kubuka memikirkan raut mukamu, menghitung –
hitung kebaikanmu. Engkau bagaikan bulan yang tidak pernah tertutup awan.
Engkau seperti bintang yang tembus dipandang, berkedip – kedip tidak pernah
lepas dari mataku. Engkau tidak pernah lepas dari perhatianku, mutiara kamarku
yang selalu menerangi rumahku. Suluh di kegelapan penerangan di tengah malam.
Hatimu
baik, tubuhmu langsing jarang menyamainya, tingkahmu bagus, sopan tutur
sapanya, si manis darah yang menawan dipandang mata. Sudah kukatakan bahwa
walau pattola (gadis pilihan) sudah berkumpul bermain, walau cinde (gadis
pilihan) sudah berkumpul di halaman, pilihanku tidak akan berpindah, pusat
pandanganku tidak akan bergeser ujian cintaku, memang kepadamulah meraja rasa
hatiku. Pada akhirnya dia berkata : bagaikan intan kusayangimu, bagaikan jamrud
kurindukanmu, bagai emas kusimpan di dalam hati.
B.ANNGARU
1. Aru
Aru adalah
sejenis puisi dalam sastra Makassar. Anngaru adalah semacam ikrar atau ungkapan
sumpah setia yang sering disampaikan oleh orang – orang gowa pada masa silam.
Aru biasanya diucapkan oleh bawahan kepada atasannya, abdi kepada rajanya,
prajurit kepada komandannya, masyarakat kepada pemerintahannya, bahkan raja
atau pmrintah trhadap rakyatnya, apa yang diungkapkan dalam aru itu akan
dilaksanakan dengan sungguh – sungguh, baik untuk kepentingan pemerintah pada
masa damai maupun pada saat perang.
Aru dapat
pula merupakan pendorong atau motivasi untuk mewujudkan apa yang menjadi cita –
cita sang raja atau pemerintah dalam membangun kerajaan atau negerinya. Oleh
karena itu, setiap raja atau pemerintah atau pejabat yang baru dilantik trlebih
dahulu mengucapkan aru atau sumpah setia di depan rajanya atau rakyatnya bahwa
ia akan bekerja bersungguh – sungguh dalam melaksanakan tugas – tugasnya.
Aru dapat
pula menjadi pembakar semangat juang para prajurit; menimbulkan semangat
patriotik dikalangan prajurit untuk melawan musuh, aru yang diucapkan oleh
prajurit disebut aru tubarania (aru pemberani). Selain itu, aru dapat pula digunakan
dalam berbagai hal, antara lain : upacara adat atau penyambutan tamu agung. Aru
yang diucapkan papa upacara tersebut selain menghitung nilai magis dan relegius
juga mengingatkan kita bagaimana pentingnya kegunaan aru pada masa lampau.
2.
Contoh Aru
Aruna
Tubarania ri Gowa Aru
Sombangku,
napammopporangmamak Sombangku, aku
mohon ampun beribu ampun
Jaidudu
sombangku ! Di
hadapan yang mulia
Ri
dallekang lakbirikta Di
atas tahta nan tinggi
Ri empoang
matinggita Di
sisi keratuannya
Ri sakri
karantuanta Aku
bersungguh-sungguh mengucapkan ini karaeng
Satuli –
tuli kanangku Karaeng Karena
aku sungguh mencintai karaeng
Panngainna
laherekku Lahir
dan
Pappatojenna
batengku Batin
Berangjak
kunipatekbak Aku
laksana parang yang siap diletakkan
Pangkuluk
kunisoeang kapak
yang siap diayunkan
I katte
anging karaeng karaeng
laksana angin
Na i kambe
lekok kayu dan
kami daun kayu
I katte
jeknek karaeng karaeng
laksana air
Na i kambe
batang nammanyuk dan kami
batang yang hanyut
I katte
jarung karaeng karaeng
laksana jarum
Na i kambe
bannang panjaik sedang
kami kelindannya
Irikko
anging berhembuslah
wahai angin
Na
marunang lekok kayu supaya
daun kayu berguguran
Solongko
jeknek mengalirlah
wahai air
Na
mammanyuk batang kayu supaya
hanyut batang kayu
Takleko
jarung lalulah
jarung
Namminawang
bannang panjaik supaya
kelindan mengikutimu
Makkanamamaki
mae bertitalah
wahai raja
Na i kambe
manggaukang nanti
kami yang melaksanakannya
Mannyakbuk
mamaki mae utarakanlah
keinginannya
Na i kambe
makpakjari nanti
kami yang akan membuktikannya
Punna
sallang takammaya seandainya
terbukti aku mengingkari
Aruku ri
dallekanta janji
yang kuikrarkan dihadapan raja ini
Pangka
jerakku maka
palanglah kuburku
Tinraki
bate onjokku pasaklalah
jejakku
Pinra
arengku gantilah
namaku
Piassalak jari-jariku kutuklah
keturunanku
Pauwanngi
ri anak roboko wasiatkan
kepada generasi mendatang
Pasangi ri
anak tanjari amanatkan
kepada anak yang belum lahir
Tumakkanaya tentang
orang yang hanya mampu berkata
Na taena
nappakrupa namun
tidak dapat membuktikannya
Sikammajinne
aruku ri dallekanta Karaeng demikianlah
aru saya dihadapan Baginda Dasi na dasi na nitarima paknganroku semoga permohonanku dikabulkan
Karana
Allah karena Allah
C.DOANGANG
1.
Makna
dan Fungsi Doangang
Doangang
merupakan salah satu jenis puisi lama dalam sastra Makassar yang hamper sama
maknanya dengan mantra dalam sastra Indonesia. Kata doangang mengandung makna
permohonan, permintaan, atau harapan
Doangang
berbda dengan jenis sastra lainnya sebab doangang dianggap memiliki brkah dan
mengandung kesaktian atau kekuatan gaib bila diyakini oleh pemakainya. Oleh
karena itu, hampir seluruh aktifitas masyarakat
pada masa lampau didahului dengan membaca doangang dengan harapan agar
mereka selamat di dunia dan akhirat.
Pemakaian
doangang harus memperhatikan beberapa persyaratan agar doangang yang dibacanya
mendapat berkah dari Allah, yaitu : tidak boleh membanggakan atau menyombongkan
diri, doa itu tidak diucapkan pada sembarangan waktu dan tempat, harus yakin bahwa
doa yang diucapkan itu mempunyai daya gaib, serta dipakai dengan maksud untuk
membela diri atau membantu orang lain.
2.
Contoh
Doangang
a. Doa saat
hendak kekampung orang (merantau)
Punna ia
naungko ri butta (saat menginjakkan kaki di tanah)
i kau butta kuonjok wahai tanah yang aku injak
palewangak tallasakku
luruskanlah jalan hidupku
erangak mange bawalah
aku
ri kaminang mateknea
ke tempat yang paling baik
D.KELONG
1. Pengertian dan Ciri – Ciri Kelong
Kelong
adalah salah satu jenis sastra Makassar yang berbentuk puisi. Dilihat dari segi
bentuknya kelong, terutama kelong tradisional memiliki kemiripan dengan pantun
dalam sastra Indonesia, seperti empat baris dalam sebait, memiliki persajakan,
serta tidak mempunyai judul.
Adapun
ciri – ciri khusus kelong tradisional yaitu :
a) Baris
– baris dalam bait kelong merupakan satu kesatuan yang utuh untuk mndukung
sebuah makna
b) Kesatuan
suara yang terdapat pada tiap – tiap baris merupakan kesatuan sintaksis yang
berupa kata/kelompok kata dengan pola 2/2/1/2
c) Jumlah
suku kata pada setiap baris berpola 8/8/5/8
2. Nilai – Nilai dalam Kelong
Nilai
merupakan sesuatu yang dihargai atau dihormati atau sesuatu yang ingin dicapai
karena dianggap sebagai sesuatu yang berharga atau bernilai. Maka dalam kelong
Makassar ditemukan mengandung beberapa nilai yang perlu dijaga dan
dilestarikan.
Adapun
nilai – nilai yang ditemukan dalam kelong Makassar antara lain :
a. Nilai Agama
·
Boyai ri taenana cari Dia dalam gaib
Assengi
ri maniakna yakinkan
Dia ada
Tenai
antu meskipun
tidak tampak
Na
maknassa ri niakna tetapi
Dia pasti ada
b. Nilai Moral
·
Ammakku anrong kalengku ibuku
ibu kandungku
Anrong
tumallassukangku ibu
yang melahirkanku
Pakrimpunganna dan
tempat mencurahkan
Panngai ta
mattappukku segala
kasih
c. Nilai Pendidikan
·
Manna majai tedonnu meskipun banyak kerbaumu
Mattambung
barang – barangmu bertumpuk barang – barangmu
Susajakontu engkau akan susah juga
Punna
tna sikolannu jika tidak berpendidikan
E.ROYONG
1. Royong
Menurut Matthes Royong adalah sejenis nyanyian untuk anak-anak kecil
(bayi) yang masih berumur empat puluh hari. Berdasarkan bunyi pertama dari
permulaan royong itu, maka royong ada yang disebut pajjappa daeng atau turinanung, cuwi, dan kurru-kurru jangang yang
bermakna bahwa umat manusia selalu melihat ke tempat yang tinggi. Royong
biasanya dilantunkan oleh perempuan yang sudah berusia lanjut, terutama pada
pesta penyunatan ‘passunnakkang’, perkawinan ‘pakbuntingang’, ataupun pada
acara akikah ‘ pattompalang’ (angngalle areng)’ khusus pesta adapt, Royong
biasanya diiringi dengan alat musik tradisional, sperti : anak backing (dua
anak besi yang dipukulkan), kancing ( dua buah priring tembaga yang
diperpukulkan), curiga (rantai-rantai yang diperpukulkan), gong, ganrang,
puik-puik, dengkang dan lain-lain.
Jika dibaca atau didengar secara sekilas naskah royong yang ada, maka
dapat dikatakan bahwa kata-kata yang terdapat dalam naskah tersebut sudah
banyak yang tidak diketahui artinya, terutama bagi generasi muda karena
kata-kata tersebut sudah jarang didengar ataupun dipergunakan dalam bahasa
percakapan sehari-hari. Namun, apabila naskah itu dibaca atau disimak secara
mendalam, maka ternyata Royong tersebut dilantunkan dengan maksud agar orang
yang diroyongkan itu mendapat keselamatan, kesenangan, kebahagiaan, ketentraman
dan kesejahteraan dalam hidupnya.
Royong sebagai salah satu sastra lisan, cara penyampaiannya hanya
dihafal oleh orang tua-tua sehingga apabila tidak diantisipasi sedini mungkin
maka naskah ini dikhawatirkan akan punah. Meskipun demikian, naskah ini sudah
ada pula yang dapat didokumentasikan, seperti royong appatinro anak, pakkiok
sumangak, akbukbuk bunting dan lain-lain.
2.
Fungsi Royong
Fungsi royong menurut
pandangan masyarakat Makassar pada dasarnya sebagai :
a. Pengantar
tidur
b. Pengundang
rezzeki dan penolak bala atau penangkal malapetaka
c. Pengesahan
suatu adata atau tata cara kebiasaan kelompok masyarakat
Makassar
d. Media pendidikan budi pekerti atau pemahaman
norma-norma positif kepada generasi penerus.
3. Contoh Royong
Cui Battumako mae, manribbakkang
cilolonnu, bonena gulu battannu, nasikontu manumera, tea makjeknek mata, na
matekne pakmaiknu, na mabajikmo nusakring
F.PAU-PAU
1. Pau-Pau
Pau-pau merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berusaha
mengungkapkan realitas yang ada dimasyarakat. Pau-pau termasuk jenis prosa
dalam sastra Makassar, namun dalam sastra Indonesia dikategorikan sebagai
Hikayat, Pau-pau/ hikayat adalah cerita yang berbentuk prosa (Hooykas dalam
Baried dkk, 1985:6). Pada masa sekarang ini pau-pau/hikayat diprgunakan dalam
arti kisah yang melukiskan celah-celah kehidupan manusia.
Hikayat meliputi berbagai ragam cerita, mulai dari jenis cerita rakyat,
epos, dongeng, cerita berbingkai, sampai cerita bersejarah dan kisah perorangan
(Fang dalam Baried, 1985 : 6). Jadi, pada prinsipnya pau-pau/ hikayatpun
merupakan cerita riman fiktf yang dibaca untuk pelipur lara dan pembangkit
semangat juang.
Para sastrawan menjadikan pau-pau/ hikyat sebagai wahan untuk menuangkan
ide dan gagasannya dalam rangka meniru “kemungkinan” tempat sastrawan.