Sinopsis
Novel ‘Telegram’ dan ‘Lho’
Novel Putu Wijaya yang berjudul Telegram (1972) bercerita
tentang tokoh utamanya yaitu ‘Aku’, yang memiliki pacar khayalan yang bernama
Rosa. Setiap ‘Aku’ mengalami atau menghadapi masalah baik itu menyangkut
pekerjaannya, masalahnya dengan Nurma, seorang PSK langganan ‘Aku’ ataupun
masalah yang menyangkut anak angkatnya Shinta, tokoh ‘Aku’ ini akan selalu
mencari objek ‘pelepasan’ ketegangan melalui Rosa, pacar khayalannya. Yang
kemudian lama kelamaan, tokoh khayalan ‘Aku’ ini menjadi hidup dan memiliki
kesadaran seperti manusia yang ‘nyata’. Ketika tokoh khayalan ‘Aku’ ini menjadi
hidup, akhirnya ‘Aku’ memutuskan untuk menghilangkan Rosa, khayalannya dan
diakhir cerita ‘Aku’ memutuskan untuk pulang ke Bali bersama Shinta karena
mendapatkan Telegram dari Bali yang mengabarkan kematian ibu ‘Aku’. (1)
Sedangkan, dalam novel LHO (1982), ceritanya berawal pada
sore hari aku dan Zen berjalan-jalan. Zen terus berbicara, ingin rasanya tokoh
aku membunuh Zen agar tidak dapat berbicara lagi dan rasa itu ia wujudkan,
tetapi ketika ia mendorong tubuh Zen, ia kalah kuat untuk menjatuhkan Zen ke
aspal. Akhirnya ia sendiri yang terjatuh dan pingsan. Zen merasa bersalah,
ketika di rumah sakit, tak henti-hentinya Zen minta maaf. Pikiran tokoh aku,
mungkinkah sebenarnya Zen juga berniat membunuhnya? Tetapi Zen menyangkal, lalu
Zen berganti menuduh aku, awalnya aku menyangkal, namun akhirnya ia mengaku.
Persahabatan
mereka tetap berjalan. Suatu hari Zen berkata pada aku bahwa sebenarnya tokoh
aku telah mengalami proses menuju kegilaan, ia menunjukkan hasil observasinya.
Lalu suatu ketika Zen menyuruh tokoh aku mengulangi perbuatannya dahulu
demiobservasinya. Hari itu aku mengulangi kejadian untuk membunuh Zen. Kejadian
itu terulang kembali dan akhirnya Zen mati tertabrak mobil dan tokoh aku
pingsan. Ketika terbangun ia telah berada di rumah sakit. Semua menganggap
tokoh aku depresi karena kehilangan sahabatnya. Anak muda pengendara mobil yang
menabrak Zen ditangkap dan diadili. Tokoh aku mersa bersalah tetapi ia tidak
mampu mengatakan kebenaran, keadaan yang membuatnya bungkam.
Akhirnya suatu hari tokoh aku melarikan diri
dari rumah sakit dan merantau jauh. Aku bekerja pada pengusaha pemilik truk, ia
adalah seorang janda. Aku juga mengenal sahabat baru seperti Zen, namanya Bing.
Namun pada suatu hari Bing melakukan hal yang sama dengan Zen, ia tak ada
henti-hentinya bicara, tokoh aku ingin membunuhnya dengan cara yang sama dengan
Zen, tetapi meleset tokoh aku yang celaka. Di rumah sakit semua orang
bertanya-tanya. Tokoh aku meminta maaf atas perbuatannya, namun semua mengira
kalau tokoh aku ingin bunuh diri. Aku merasa ternyata semua orang beranggapan
sama. Lalu aku memutuskan kembali ke kotanya untuk jujur kepada semua orang.
Ketika di kotanya yang dulu ia bekerja di suatu perusahaan, namun pada suatu
hari karena ia lalai, ia terancam dipecat dari pekerjaannya, bahkan akan
ditembak oleh majikannya. Ketika kejadian itu tokoh aku pingsan dan setelah
terbangun ia sudah berada di rumah sakit jiwa. (2)
Unconscious
dalam Novel ‘Telegram’ dan ‘Lho’
Konsep mengenai unconscious pertama kali
diperkenalkan oleh Sigmun Freud dalam teorinya Psikoanalisis pada tahun
1900-an. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental
manusia. (Minderop, 2010:10) Psikoanalisis, mendasarkan pemikirannya pada
proses bawah sadar (unconscious mind)
yang membetuk perilaku dan segala penyimpangan perilaku sebagai akibat proses
tak sadar. Psikoanalisis tidak bertujuan atau mencari apapun kecuali penemuan
tentang alam bawah sadar dalam kehidupan mental. (Freud, 2002:424)
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih
dipengaruhi oleh alam bawah sadar (unconscious
mind) ketimbang alam sadar (conscious
mind). Ia melukiskan bahwa pikiran manusia seperti gunung es yang justru
sebagian terbesarnya ada di bawah permukaan laut yang tidak dapat ditangkap
dengan indera. Ia mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh berbagai tekanan
dan konflik; untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia rapat
menyimpannya di alam bawah sadar. Freud
merasa yakin bahwa perilaku seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar
yang mencoba memunculkan diri, dan tingkah laku itu tampil tanpa disadari.
(Minderop, 2010: 13)
Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif,
dan selalu siap muncul. Kelihatannya hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui
suatu analisis ternyata ditemukan hubungan antara hasrat sadar dengan unsur
kuat yang datang dari hasrat taksadar. Hasrat yang timbul dari alam taksadar
yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati. (Minderop, 2010: 15)
Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan
gejala-gejala neurosis. Aktivitas bawah sadar tertentu dari suatu gejala
neurosis memiliki makna yang sebenarnya terdapat dalam pikiran. Namun, gejala
neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala tersebut muncul ke alam sadar yang
sesungguhnya merupakan gambaran gejala neurosis yang diderita seseorang di alam
bawah sadarnya. (Freud, 2002: 297)
Dalam novel ‘telegram’ karya putu wijaya
tindakan-tindakan tokoh utamanya yaitu ‘Aku’ selalu dipengaruhi oleh tekanan
atau konflik yang berada di alam bawah sadarnya (unconscious mind) yang berusaha mencari pelepasan ketegangan.
Tindakan-tindakan pelepasan ketegangan tersebut akhirnya berwujud sebagai Rosa,
yang merupakan pacar khayalan ciptaan ‘Aku’. Setiap ‘Aku’ mengalami masalah
ataupun konflik yang muncul dalam kesehariannya, ‘Aku’ akan selalu ‘berkhayal’
bertemu dengan Rosa. Namun, kebiasaan ‘Aku’ yang selalu mencari objek pelepasan
ketegangan dengan menghayalkan Rosa, menjadikan ‘Aku’ terkadang tak dapat lagi
membedakan kapan ia berkhayal dan kapan ia dalam keadaan nyata (tidak
berkhayal) dan pada puncaknya, khayaln ‘Aku’ mengenai Rosa tidak dapat lagi
dikontrol. Tokoh khayalan ini tidak dapat dikontrol lagi oleh ‘Aku’. Rosa
menjadi hidup, ia tidak lagi berupa tokoh khayalan ‘Aku’, namun ia menjadi
sosok yang mempunyai kesadaran sendiri. Akhirnya, ‘Aku’ menghentikan
khayalannya tentang Rosa karena ia menganggap khayalannya ini berbahaya yang
jika diteruskan memungkinkan ‘Aku’ menjadi gila.
Tokoh Rosa dalam novel ini, awalnya menjadi
objek pelepasan ketegangan yang terepresi dalam alam bawah sadar ‘Aku’, namun
pada saat menjelang akhir cerita tokoh Rosa ini tidak dapat lagi dikontrol, ini
menandakan bahwa konflik yang berada dalam alam bawah sadar ‘Aku’ sudah begitu
menekan kesadaran ‘Aku’ sehingga ‘Aku’ bahkan tak dapat mengontrol kesadarannya
sendiri.
Sedangkan dalam novel ‘Lho’, tokoh utamanya
yaitu ‘Aku’ yang tiba-tiba ingin mendorong sahabatnya Zen hanya karena Zen
terlalu banyak berbicara merupakan wujud dari tekanan dari unconscious atau
alam bawah sadarnya yang sudah tidak tahan lagi terhadap permasalahan tambahan
yang bawa Zen untuk diperbincangkan dengan tokoh ‘Aku’. Tambahan konflik yang
harus dihadapi oleh tokoh ‘Aku’ menjadikan ‘Aku’ tak dapat lagi menahan represi
dari alam bawah sadarnya, sehingga represi yang tak dapat ditahan tersebut
akhirnya keluar dalam bentuk tindakan ingin membunuh Zen dengan cara
mendorongnya.
Tindakan yang kurang masuk akal pada awal
cerita dalam novel ini yang didasari oleh ledakan akibat represi di alam bawah
sadar yang berusaha mencari pelepasan, membawa cerita selanjutnya dalam novel
ini berkisah tentang bagaimana konflik batin yang dialami oleh tokoh ‘Aku’.
Konflik batin tersebut timbul dari rasa bersalahnya terhadap Zen yang meningga
yang menganggap bahwa ‘Aku’-lah yang menyebabkan kematiannya. Koflik batin yang
dialami oleh ‘Aku’ akhirnya tak dapat ditahan lagi oleh ‘Aku’, sehingga ‘Aku’
kembali ke rumahnya yang dulu dan membuat pengakuan bahwa dialah yang dengan
sengaja membunuh Zen. Namun, orang-orang menganggapnya gila karena pengakuannya
itu dan memasukkannya ke rumah sakit jiwa.
Kedua
novel ini, yaitu ‘Telegram’ dan ‘Lho’ merupakan novel-novel psikologis karya
Putu Wijaya. Putu Wijaya ingin menggambarkan bagaimana kehidupan saat ini yang penuh
dengan tekanan dalam keseharian yang muncul sebagai masalah-masalah yang
dihadapi oleh manusia masa kini. Namun, yang membedakan kedua novel ini yaitu
tekanan yang terdapat dalam alam bawah sadar (unconscious) tokoh utamanya yaitu
‘Aku’ bentuk pelepasan ketegangannya berbeda. Dalam novel ‘Telegram’ bentuk
pelepasan tekanan dalam unconscious-nya berwujud Rosa, sedangkan dalam novel
‘Lho’ bentuk pelepasan tekanan dalam unconscious-nya berwujud keinginan ‘Aku’
untuk membunuh Zen. Dari kedua novel ini, pengarangnya ingin mengakatakan
bagaimana orang yang biasa-biasa saja bisa melakukan tindakan-tindakan ‘luar
biasa’ akibat represi konflik dalam alam bawah sadarnya (unconscious).Daftar Pustaka :
Wijaya,
Putu. Telegram. Cetakan Kedua. 1977.
Pustaka Jaya.
Wijaya, Putu. LHO.2000. Jakarta : Balai Pustaka.
Freud, Sigmund. General Introduction to Psychoanalysis:
Psikoanalisis Sigmund Freud. diterjemahkan oleh Ira Puspitorini. 2002.
Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Minderop,
Dr.Albertine,M.A. Psikologi Sastra: Karya
Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Edisi Pertama. 2010. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
1 komentar:
saya penggemar novel putu wijaya, pernah baca novel diatas waktu sekolah smp.
ada lagi novelnya judulnya : pabrik, leak
Posting Komentar